Saturday, 25 April 2015

FRAKTUR askep




FRAKTUR
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI

Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Sedangkan menurut anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella pextra merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut pada kaki kanan.

2.   ETIOLOGI

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

a.  Fraktur akibat peristiwa trauma
     Sebagisan fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba   berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b.   Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
      Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

a.       Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang 
     Fraktur  dapat  terjadi  oleh  tekanan  yang    normal   kalau   tulang   tersebut   lunak (misalnya   oleh   tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

3. PATOFISIOLOGI

Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.


4. KALSIFIKASI FRAKTUR

Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:

a.  Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
        1)    Fraktur komplit  : Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga     tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.
        2)    Fraktur inkomplit  Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).

b.  Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:
     1)   Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol malalui kulit.
     2)   Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
b.      Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
c.       Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
d.       Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit.

c.   Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1.  Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak    dengan tulang lembek
2.  Transverse yaitu patah melintang
3.   Longitudinal yaitu patah memanjan
4.   Oblique yaitu garis patah miring
5.   Spiral yaitu patah melingkar

e.       Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
1.   Tidak ada dislokasi
2.    Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi
3.    Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
4.    Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauhi
5.    Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
6.    Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan
       memendek.

5. GAMBARAN KUNIK

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi kunik fraktur adalah sebagai berikut:
Ø  Nyeri : 
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
Ø  Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
Ø  Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
Ø  Spame otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
Ø  Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
Ø  Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis  dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

Ø  Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
Ø  Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
Ø  Defirmitas  Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
Ø  Shock hipouolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
Ø  Gambaran X-ray menentukan fraktur Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur

6. KOMPLIKASI

Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:
1.            Shock
2.            Infeksi
3.            Nekrosis divaskuler
4.            Cidera vaskuler dan saraf
5.            Mal union
6.            Borok akibat tekanan


7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR

Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobiusasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. Jenis-jenis fraktur reduction yaitu:

Ø  Manipulasi atau close red
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.
Ø  Open reduksi
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.
Ø  Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang.

Ada 3 macam yaitu:
§  Skin traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
§  Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang.
§  Maintenance traksi
Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.







Bedah Kepala Leher XI
Penggunaan Miniplate pada Penatalaksanaan Fraktur Maxilofacial

Begitu banyak struktur penting di daerah wajah, maka penatalaksanaan trauma maksilofacial perlu terus dikembangkan guna mencapai hasil yang memuaskan baik dari segi kosmetik maupun perbaikan fungsi.
Wajah adalah ikon seseorang. Lewat wajah, karakter sese­orang dapat dikenali, sebab wajah mengandung banyak arti.  Karena wajah disusun dari beragam tulang belulang. Tulang-tulang wajah terdiri dari mandibula, maksila, zigoma, nasal dan otot-ototnya. Apabila suatu kejadian kecelakaan menyebabkan suatu jejas di daerah wajah yang menyebabkan patah tulang wajah (fraktur

maxilofacial), maka dapat dipastikan bentuk wajah akan berubah menjadi kurang proporsional.
Cacat pada wajah bukan sekadar mengganggu penampilan. Tapi, lebih dari itu karena di daerah wajah juga banyak struktur penting, maka trauma maxilofacial juga berhubungan dengan gangguan penglihatan, ganguan bicara, gangguan menelan, gangguan jalan nafas, sampai cedera otak. Begitu banyak struktur pen­ting di daerah wajah inilah, maka penatalaksanaan trauma maksilofacial perlu terus dikembangkan guna mencapai hasil yang memuaskan baik dari segi kosmetik maupun perbaikan fungsi.
Hal demikian terungkap dalam simposium dan workshop Bedah Kepala Leher XI dengan tema "Management of Maxilofacial Fractures" di ruang Soetojo SMF Ilmu Bedah RSUD. Dr. Soetomo, Surabaya, 2-4 Juni lalu.
Dalam event tersebut,  Prof. dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(Onk) memaparkan data penelitian retrospektif tahun 2001-2005 pada penderita yang dirawat di SMF Ilmu Bedah RSU DR. Soetomo, Surabaya. Dari data penelitian itu menunjukan bah­wa kejadian trauma maxilofacial sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr. Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara 2 tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85%, disusul fraktur zigoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%. Penderita fraktur maksilofacial ini terbanyak pada laki-laki usia produktif, yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38% disertai cedera di tempat lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera otak ringan sampai berat, sekitar 56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor.
Penatalaksanaan penderita fraktur maxilofacial dengan cara terapi pembedahan. Terapi ini dimaksudkan untuk me­ngatasi morbiditas yang terjadi, seperti cacat tulang muka (dishface deformity); deformitas hidung (deviasi kelateral atau kedalam/ pesek); obstruksi duktus na­so­crimalis yang menyebabkan epiphora (mata berair); destruksi nervus olfactorius menyebabkan anosmia (kehilangan pembauan); kelainan mata bisa diplopia (penglihatan ganda), enopathalmus (mata masuk ke dalam), perubahan dari garis pupil kedua mata (mata tidak simetris), sampai kebutaan; maloklusi (salah sambung); dysaesthesia oleh karena gangguan nervus infra orbitalis dan nervus alveolaris superior. Terapi fraktur maxilofacial perlu memperha­tikan pengembalian oklu­si yang baik serta mo­bilisasi lebih awal se­hingga perbaikan fung­si bisa terjadi le­bih cepat.
Teknologi pembedahan dari ta­hun ke tahun terus berkembang. Se­be­lum tahun 1968, ope­rasi pa­da fraktur maksi­lofasial hanya dila­kukan fiksasi menggunakan wi­ring saja, de­ngan segala kerugian akibat imobilisasi intermaksiler de­ngan kawat. Tapi setelah 1968, dimulai prosedur operasi yang berbeda dengan berbagai cara untuk mencapai osteosintesis yang lebih stabil, de­ngan memperhatikan reposisi seana­tomis mungkin, pengembalian fungsi yang baik, fiksasi komplet dan stabil, tidak menimbulkan nyeri pada waktu mobilisasi tulang  yang patah, tidak merusak struktur saraf, serta menggunakan pendekatan intraoral agar kosmetik baik.
Di bagian Bedah Kepala Leher RSU Dr. Soetomo, seperti dijelaskan oleh dr. Urip Murtedjo, SpB,  prosedur terapi fraktur maxilofacial masih menggunakan metode wire (suspensi kawat) yang diperkenalkan oleh Lesney sejak tahun 1953 melalui pendekatan ekstra oral. Akan tetapi kini mulai diperkenalkan metode miniplate champy yang salah satu keuntungannya adalah tidak memerlukan pemasangan arch bar (interdental wiring) karena sudah cukup stabil dan pendekatannya selalu intraoral sehingga dari segi kosmetik tetap baik. Hanya saja metode  miniplate ini harganya masih relatif mahal.
Menurut dr. Urip, penggunaan miniplate untuk fiksasi fraktur maxilofacial secara teknis lebih mudah dikerjakan karena kemampuan plate untuk mengikuti kelengkungan tulang maupun garis fraktur (malleable). Dengan pemasangan plate yang baik dapat dihindari terjadinya maloklusi seperti yang banyak terjadi pada penggunaan wire (kawat). Peneli­tian Cawood menunjukkan bahwa kemampuan membuka mulut lebih baik pada pasien fraktur mandibula yang dilakukan platting daripada pasien yang menggunakan wire (ka­wat), sehingga pasien tersebut tidak terlalu ba­nyak mengalami pe­nurunan berat badan. Perkembangan plate yang tebalnya 2,7 mm dan 2 mm telah dikembangkan menjadi miniplate yang tebalnya 1 mm dan 0,8 mm sampai akhirnya lebih tipis yakni microplate (0,5 mm). Bahan plate juga mengalami per­kem­ba­ng­an dari semula stainless stell selanjutnya dibuat dari vitalium dan akhir­nya titanium yang memiliki bioviability pa­ling tinggi sehingga tidak perlu dilakukan pe­ng­angkatan. Dikembangkan pula suatu ba­han yang dapat diabsorbsi yaitu asam poliglikolat. Microplate ini sangat baik untuk tulang dengan perlindungan jari­ng­an yang tipis, dan untuk fiksasi bone graft. Dengan menggunakan metode miniplate ini hasil pembedahan lebih stabil, penyembuhan tulang secara primer terjadi lebih cepat karena miniplate merupakan rigid internal fixation sehingga memiliki efek kompresi, menurunkan angka kom­pli­kasi, dan dari segi kosmetik cukup baik.
Satu lagi yang ditambahkan oleh dr. Urip bahwa meskipun metode platting ini memiliki banyak sekali keunggulan, na­mun ada beberapa kondisi dimana meto­de ini kontraindikasi untuk dila­kukan, yaitu pada fraktur dengan luka kontaminasi, fraktur yang sangat komunitif, bila jaringan lunak di sekitarnya tidak dapat menutup fraktur, dan fraktur patologis, juga ada beberapa daerah di wajah yang memang sebaiknya menggunakan wire.
Kendati teknologi bedah memberi hasil yang baik, pencegahan trauma merupakan langkah yang bijak. Pengendara motor yang berisiko tinggi terjadi trauma hendaknya lebih memperhatikan keselamatan, terutama dibagian kepala. Dari suatu penelitian, disimpulkan bahwa ter­nyata tidak ada perbedaan berarti pada frekuensi kejadian trauma maksilofacial sebelum dan sesudah era wajib helm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih sangat sedikit pengendara sepeda motor yang  mengenakan helm dengan benar. Oleh karena itu, peran serta pe­merintah sangat diperlukan untuk memaksimalkan upaya preventif, sedangkan kuratifnya kita serahkan pada ahli bedah.











FRAKTUR


DEFINISI

patah tulang (fraktur) adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya.

jenis patah tulang:
  1. patah tulang tertutup (patah tulang simplek). tulang yang patah tidak tampak dari luar.
  2. patah tulang terbuka (patah tulang majemuk). tulang yang patah tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit atau kulit mengalami robekan.
    patah tulang terbuka lebih mudah terinfeksi.
  3. patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan). merupakan akibat dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang melawan tulang lainnya atau tenaga yang menekan melawan panjangnya tulang. sering terjadi pada wanita lanjut usia yang tulang belakangnya menjadi rapuh karena osteoporosis.
  4. patah tulang karena tergilas. tenaga yang sangat hebat menyebabkan beberapa retakan sehingga terjadi beberapa pecahan tulang. jika aliran darah ke bagian tulang yang terkena mengalami gangguan, maka penyembuhannya akan berjalan sangat lambat.
  5. patah tulang avulsi. disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.
  6. patah tulang patologis. terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh ke dalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.

jenis fraktur

jenis fraktur

PENYEBAB
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh.

Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang.
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:
  • Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
  • Usia penderita
  • Kelenturan tulang
  • Jenis tulang.
 
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor bisa mengalami patah tulang.

GEJALA
Nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat nyata.  Nyeri bisa sangat hebat dan biasanya makin lama makin memburuk, apalagi jika tulang yang terkena digerakkan.  Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri.  Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.

Fraktur
DIAGNOSA
Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang. Kadang perlu dilakukan CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami kerusakan.

Jika tulang mulai membaik, foto rontgen juga digunakan untuk memantau penyembuhan.

PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana mestinya.
Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi.
Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan.
Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.  Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
·         Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
·         Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah
·         Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.
·         Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.  Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan.
Pada patah tulang tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total, penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama lagi.


Fiksasi eksternal








Fiksasi internal



















Patah Tulang Kaki Karena Tekanan

DEFINISI
Patah Tulang Kaki Karena Tekanan (stress fracture) adalah retakan kecil di dalam tulang yang seringkali terjadi karena benturan jangka panjang yang berlebihan.
Pada pelari, tulang dari kaki tengah (metatarsal) sangat peka terhadap fraktur jenis ini. Tulang yang paling sering terkena adalah tulang pada 3 jari kaki yang di tengah.
Tulang metatarsal dari ibu jari kaki relatif kebal terhadap cedera karena kuat dan ukurannya lebih besar; sedangkan tulang metatarsal dari kelingking kaki biasanya terlindung karena tekanan terbesar disalurkan ke ibu jari dan jari di sebelahnya.

PENYEBAB
Faktor resiko terjadinya patah tulang kaki karena tekanan adalah:
Ø  lengkung kaki yang tinggi
Ø  sepatu olah raga yang kurang menyerap goncangan
Ø  peningkatan jumlah dan intensitas latihan yang mendadak.

GEJALA
Gejala utama adalah nyeri di bagian depan kaki, yang biasanya timbul selama latihan yang panjang atau berat. Pada awalnya, nyeri menghilang dalam beberapa detik setelah latihan dihentikan. Jika latihan dilanjutkan, nyeri akan kembali terasa dan berlangsung lebih lama setelah latihan dihentikan. Pada akhirnya, nyeri menyebabkan penderita tidak dapat berlari dan
nyeri tetap dirasakan meskipun dalam keadaan istirahat.
Daerah di sekitar tulang yang patah bisa mengalami pembengkakan

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika disentuh, terasa sakit.
Patah tulang ini sangat halus sehingga seringkali tidak tampak pada foto rontgen.
Rontgen dapat menunjukkan adanya jaringan (kalus) yang terbentuk di sekitar tulang yang patah pada saat 2-3 minggu selah cedera, sebagai pertanda terjadinya penyembuhan tulang.
Skening tulang bisa membantu memperkuat diagnosis.

PENGOBATAN
Penderita tidak boleh berlari sampai patah tulangnya sembuh, tetapi olah raga lainnya masih boleh dilakukan.  Setalah patah tulang sembuh, untuk membantu mencegah kekambuhan, sebaiknya digunakan sepatu atletik yang mampu menyerap goncangan dan berlari diatas permukaan yang lembut (misalnya rumput).
Jika dilakukan pemasangan gips, maka setelah 1-2 minggu gips harus dilepas untuk mencegah melemahnya otot
Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3-12 minggu, tetapi pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk, mungkin diperlukan waktu yang lebih lama


Patah Tulang Kaki
DEFINISI
Hampir setiap tulang di kaki dapat mengalami patah tulang (fraktur).
Banyak diantara patah tulang ini yang tidak membutuhkan pembedahan, sedangkan yang lainnya harus diperbaiki melalui pembedahan untuk mencegah kerusakan yang menetap.
Daerah diatas tulang yang patah biasanya membengkak dan nyeri.
Pembengkakan dan nyeri bisa menjalar ke luar daerah patah tulang jika jaringan lunaknya mengalami memar.
Patah tulang di dalam dan di sekitar pergelangan kaki paling sering terjadi jika pergelangan kaki berputar ke dalam sehingga kaki terputar ke luar atau pergelangan kaki berputar ke luar.  Nyeri, pembengkakan dan perdarahan cenderung terjadi.  Fraktur ini bisa berakibat serius jika tidak ditangani dengan baik. Semua fraktur pergelangan kaki harus digips.  Untuk patah tulang pergelangan kaki yang berat, dimana tulang terpisah jauh atau salah menempel, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
 Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi.  Penyebab yang paling sering adalah terlalu banyak berjalan atau penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan tidak langsung. Penyebab lainnya adalah benturan hebat yang terjadi secara mendadak.
Untuk memungkinkan penyembuhan tulang, maka dilakukan imobilisasi dengan sepatu bertelapak keras. Jika tulang terpisah sangat jauh, mungkin diperlukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-pecahan tulang yang patah.
Tulang sesamoid (2 tulang bulat kecil yang terletak di ujung bawah tulang metatarsal ibu jari kaki) juga bisa mengalami patah tulang.  Fraktur tulang sesamoid bisa disebabkan oleh berlari, berjalan jauh dan olah raga (misalnya basket dan tenis).  Menggunakan bantalan atau penyangga sepatu khusus bisa mengurangi nyeri.  Jika nyeri berkelanjutan, mungkin tulang sesamoid harus diangkat melalui pembedahan.
Cedera pada jari kaki (terutama jari-jari yang kecil) sering terjadi, apalagi jika berjalan tanpa alas kaki.  Fraktur simplek pada keempat jari kaki yang kecil akan sembuh tanpa perlu memasang gips.  Dilakukan pembidaian jari kaki dengan pita atau Velcro selama 4-6 minggu.
Menggunakan sepatu beralas keras atau yang berukuran agak besar bisa membantu mengurangi nyeri.
Biasanya fraktur pada ibu jari kaki (hallux) cenderung lebih berat, dan menyebabkan nyeri yang lebih hebat, pembengkakan dan perdarahan dibawah kulit.  Patah tulang hallux bisa terjadi karena kaki menendang sesuatu atau karena sebuah benda yang berat jatuh diatasnya.
Perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki patah tulang hallux













No comments:

Post a Comment