BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membuat manusia semakin lupa akan keadaaan kesehatannya. Dimana, kita dengar, baca atau lihat banyak terjadi kecelakaan atau timbulnya penyakit dimana-mana. Salah satunya yaitu cedera kepala. Cedera kepala menyebabkan kematian atau ketidakmampuan yang berat pada semua tingkatan umur. Cedera kepala merupakan penyebab kedua defisit neurologis dan penyebab kematian yang tinggi untuk umur 1 sampai 35 tahun. Kira-kira 77.000 orang meningkat setiap tahun akibat cedera kepala dan jumlah 50.000 yang lain sembuh dengan ketidakmampuan ringan sampai berat (Barbara C. Long).
Adapun penyebab utama dari cedera kepala adalah : kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh kecelakaan industri, serangan, tertembak peluru dan yang berhubungan dengan kecelakaan olahraga. Dari kenyataan yang ada dan karena cedera otak lebih banyak menyebabkan kematian, maka saya merasa tertarik untuk studi lebih lanjut dengan cedera kepala; komplikasi, tanda dan gejala, tindakan yang dilakukan apabila cedera kepala dikatakan berat bila dilihat dari hasil test diagnostik.
Dalam hal ini, peran serta para tenaga kesehatan sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan komprehensif dalam mencegah, mengatasi dan mengobati pasien dengan cedera kepala khususnya pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi baik sebelum atau sesudah operasi.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk lebih mengerti dan memahami tentang penyakit, masalah dan penanganannya.
2. Menambah wawasan pengetahuan penulis dan para pembaca.
3. Untuk membandingkan teori dan kenyataan yang ada di lapangan.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan ini menggunakan metode penulisan deskriptif yang didasarkan pada pengamatan langsung pada pasien yang meliputi: wawancara, observasi, maupun catatan perawatan yang dilengkapi dengan studi kepustakaan yang ada.
D. Sistematika Penulisan
Sistimatika penulisan ini adalah: Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II memuat tentang tinjauan teoritis yang berisikan konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Bab III memuat tentang pengamatan kasus, yang terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV memuat tentang pembahasan kasus. Bab V memuat tentang kesimpulan dan ditutup dengan daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
- Definisi
Kraniotomi ialah mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK,
mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
- Anatomi dan Fisiologi
Otak dibagi menjadi tiga
bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada dalam satu
bagian struktur tulang yang disebut sebagai tengkorak, yang juga melindungi
otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang
frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari
tiga bagian fosa-fosa, yaitu:
-
Fosa anterior: berisi lobus
frontal serebral bagian hemisfer.
-
Bagian tengah fosa: berisi lobus
parietal, temporal dan oksipital.
-
Bagian fosa posterior: berisi
batang otak dan medula.
a.
Serebrum
Serebrum
terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut adalah:
1.
Lobus frontal: merupakan lobus
terbesar, terletak pada fosa anterior.
Fungsinya:
untuk mengontrol prilaku individu,
membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2.
Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya:
-
Menginterpretasikan sensasi.
-
Mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya.
3.
Lobus temporal
Fungsinya:
mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
4.
Lobus oksipital: terletak pada
lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya:
bertanggung jawab menginterpretasikan
penglihatan.
b.
Batang otak
Batang terletak
pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah,
pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia) menghubungkan pons dan
sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik
dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
c.
Serebelum
Terletak
pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura meter
tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan
menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
- Etiologi
Penyebab cedera
kepala ada 2, yaitu:
·
Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter
(peluru, pisau)
·
Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi
menembus dura (kecelakaan lalu lintas, jatuh,
cedera olahraga).
- Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena
cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun
seluruhnya. Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah
sebagai berikut:
1.
Lokasi dan arah dari penyebab
benturan.
2.
Kecepatan kekuatan yang datang.
3. Permukaan dari
kekuatan yang menimpa.
4. Kondisi kepala ketika
mendapat penyebab benturan.
Cedera bervariasi
dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka terbuka dari tengkorak ditandai
kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan.
Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah
edema otak, defisit sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan
selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa
berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. Trauma tidak
langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran yang merobek terkena
pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka.
Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga
(dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi,
goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi
terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak dari objek yang
bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital
dan frontal, batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.
Cedera deselerasi
bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang
cepat dari tulang tengkorak, otak berdeselrasi lebih lambat.
Ada beberapa tipe
patah tulang:
1.
Linear-retak sederhana pada tulang
2.
Pecah-retaknya satu atau lebih
dari dua fragmen.
3. Depresi-tulang
terdorong sampai di bawah permukaan tulang normal.
4. Hancur-bisa linear,
banyak potongan atau tertekan.
Perdarahan akibat
trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi tersebut: kulit kepala,
epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom subdural dapat
diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam
24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi
dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3.
Kronis: terjadi setelah beberapa
minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan
intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal. Kebanyakan
kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan dan disertai
destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama peningkatan
TIC.
Klasifikasi cedera
kepala:
1.
Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh
hilangnya kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit
kepala, pusing, disorientasi.
2.
Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan
dan edema. Dapat terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3.
Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat
terjadi tidak sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.
- Tanda dan Gejala
-
Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
-
Gangguan penglihatan dan
berbicara.
-
Mual dan muntah.
-
Pusing.
-
Keluar cairan cerebro spinal dari
lubang hidung dan telinga.
-
Hemiparese.
-
Terjadi peningkatan intrakranial.
- Test Diagnostik
-
CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi
adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan
berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
-
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
-
Angiopati Serebral
Tujuan:
menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
-
EEG
Tujuan:
untuk memperlihatkan atau berkembangnya
gelombang patologis.
-
Sinar X
Tujuan:
mendeteksi adanya perubahan struktur
tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan,
edema), adanya fragmen tulang.
-
BAER (Brain Auditory Evoked
Respons)
Tujuan:
menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
-
PET (Positrion Emission
Tomography)
Tujuan: menunjukkan
perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
-
Fungsi lumbal, CSS: dapat menduga kemungkinan
adanya perdarahan sub arachnoid.
-
GDA (Gas DaraH Arteri): mengetahui adanya masalah
ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIC.
-
Kimia/elektrolit darah: mengetahui
ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIC (perubahan mental).
-
Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang
mungkin bertanggung jawab terhadap kesadaran pasien.
-
Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
- Therapi
-
Observasi dan tirah baring.
-
Evaluasi hematom secara bedah.
-
Debridement secara bedah, terutama
pada cedera kepala terbuka.
-
Perlu antibiotik untuk cedera kepala terbuka.
-
Pemberian metode-metode untuk
menenangkan TIC termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
-
Kolaborasi untuk pemberian therapi
O2 (oksigen).
- Komplikasi
a.
Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter.
Terjadi secara akut dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
b.
Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan
lambat yang disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut)
dan sangat besar (subdural kronik).
c.
Perdarahan intracranial
Yaitu
perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala tertutup
yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul akibat
pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan
peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pre Operasi
- Pengkajian
a. Pola persepsi
kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
-
Pemakaian alat pengaman atau pelindung diri pada
saat mengendarai kendaraan atau alat pada saat bekerja.
-
Riwayat trauma pada tempat kejadian.
-
Pingsan beberapa lama.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Keluhan mual, muntah, dan
mengalami perubahan sklera.
-
Kesulitan mengunyah.
-
Gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
c.
Pola eliminasi
-
Adanya inkontinensia kandung kemih
atau mengalami gangguan fungsi.
d.
Pola aktifitas dan latihan
-
Keluhan lemah, lelah, kaku, hilang
keseimbangan.
-
Perubahan kesadaran, letargi.
-
Hemiparese.
-
Cedera.
-
Kehilangan tonus otot, otot spastik.
e.
Pola tidur dan istirahat
-
Gelisah.
-
Sulit tidur karena nyeri kepala.
f.
Pola persepsi sensori dan kognitif
-
Pusing/nyeri kepala.
-
Pingsan.
-
Amnesia regagrade.
-
Gangguan penglihatan.
-
Kehilangan rasa bau dan selera.
-
Perubahan status mental (penglihatan, emosional,
tingkah laku, konsentrasi).
-
Wajah tidak simetris dan tidak ada
reflek tendon.
-
Tidak mampu mengkoordinasi otot
dan gerakan.
g.
Pola persepsi dan konsep diri
-
Adanya perubahan tingkah laku
(halus dan dramatik).
-
Kecemasan, lekas marah, gelisah dan bingung.
- Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif
b.d gangguan persepsi/kognitif, trauma.
2.
Gangguan mobilisasi fisik b/d
gangguan neuromuskuler.
3.
Hipertermi b.d penyakit/trauma.
4. Nyeri b/d peningkatan
tekanan intra cranial.
5. Perubahan perfusi
jaringan otak b.d peningkatan tekanan intra cranial.
6. Pola nafas tidak
efektif b.d gangguan neuromuskuler.
- Rencana Tindakan
a. Dp 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
gangguan persepsi/kognitif, trauma.
HYD: -
Jalan udara bebas, bebas sianosis
-
Pola pernapasan pasien efektif.
Rencana Tindakan :
1)
Pantau frekuensi, trauma, kedalaman pernapasan,
catat katidakakuratan pernapasan.
R/ Perubahan
dapat menandakan adanya komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak.
2)
Catat refleksi gangguan menelan
dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri.
R/ -
Kemampuan memobilisasi atau memberikan sekresi
penting untuk pemeliharaan
jalan napas.
-
Kehilangan refleksi menelan atau batuk menandakan
perlunya jalan napas buatan/inkubasi.
3)
Berikan posisi fowler
R/ Memudahkan
ekspansi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menghambat
jalan napas.
4)
Kolaborasi dengan tim medik untuk
pemberian therapi oksigen.
R/ Membantu
dalam mencegah hipoksia
b.
Hipertermi berhubungan dengan
penyakit atau trauma.
Hasil Yang Diharapkan :
-
Suhu tubuh dalam bats normal 365-37
0C
Rencana Tindakan :
1) Monitor suhu tubuh
klien tiap 4 jam
R/ Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan
menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan
metabolisme tubuh.
2)
Berikan selimut hipertermi
R/ - Menurunkan suhu pasien
-
Kanaikan suhu mempercepat kerusakan otak.
3)
Anjurkan pasien utnuk tirah baring
R/ Mobilisasi
dapat meningkatkan suhu tubuh
4)
Berikan kompres es
R/ Kompres dingin akan membantu menurunkan
suhu tubuh.
5) Berikan terapi cairan
intravena dan obat-obatan
R/ Pemberian cairan penting bagi pasien dengan
suhu tinggi.
c.
Perubahan perfusi jaringan otak
b.d peningkatan tekanan intracranial.
Hasil Yang Diharapkan :
-
Tekanan jaringan otak adekuat
-
Tidak ada tanda-tanda peningkatan
TIC
-
Edema otak berkurang
-
Tanda-tanda vital stabil
Rencana Tindakan :
1)
Kolaborasi dengan tim medik untuk
pemberian terapi oksigen
R/ Memperbaiki
oksigenisasi otak.
2)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat dioresika.
R/ Membantu
mengurangi edema otak.
3)
Kaji faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan TIC, TTV.
R/ Menentukan
pilihan intervensi.
4)
Pantau dan catat status neurologis
dan bandingkan dengan nilai standar.
R/ Mengkaji
adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIC.
5)
Kaji respon motorik terhadap
perintah yang sederhana.
R/ Mengukur
kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon.
6)
Berikan posisi anti trandelenberg
R/ Meningkatkan
aliran balik darah vena kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan edema.
d.
Gangguan mobilisasi fisik b.d
gangguan neuromuskuler.
Hasil Yang Diharapkan :
-
Pasien bekerjasama dengan baik
terhadap perencanaan pengobatan
-
Kebutuhan higiene, nutrisi,
eliminasi klien dapat terpenuhi.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji kemampuan dan keadaan secara
fungsional terhadap kerusakan yang terjadi.
R/ Mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2)
Ubah posisi pasien secara teratur.
R/ Meningkatkan
sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
3)
Tingkatkan aktifitas dan
partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
R/ Keterlibatan
pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah sangat penting untuk meningkatkan
kerjasama pasien atau keberhasilan dari suatu program tersebut.
4)
Berikan perawatan kulit dan linen
tetap bersih tidak berkerut.
R/ Meningkatkan
sirkulasi dan ekstremitas kulit dan menurunkan risiko terjadinya ekstremitas
kulit.
e.
Nyeri b.d peningkatan TIK
Hasil Yang Diharapkan :
-
Nyeri dapat berkurang sampai
dengan hilang
Rencana Tindakan :
1)
Kaji keluhan nyeri, karakteristik,
lokasi dan intensitas.
R/ menentukan
dan memberikan tindakan yang tepat.
2)
Ajarkan teknik relaksasi : tarik
napas dalam
R/ Ketegangan
syaraf yang mengendur akan mengurangi nyeri.
3)
Beri posisi tidur yang nyaman
untuk pasien dengan atau tanpa bantal.
R/ TIC akan
turun dan mengurangi nyeri.
4)
Kolaborasi medik untuk pemberian
analgetik
R/ Mengurangi
rasa nyeri.
Post
Operasi
1.
Pengkajian
a)
Pola persepsi
kesehatan-pemeliharaan kesehatan
-
Keluhan nyeri pada kepala
-
Keadaan luka dan balutan : tidak
ada perdarahan
b)
Pola nutrisi metabolik
-
Keluhan mual, muntah
-
Kesulitan mengunyah/menelan
c)
Pola aktifitas
-
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang
keseimbangan
-
Perubahan kesadaran, letargi
-
Hemiparese
-
Cedera (trauma)
-
Kehilangan tonus otot.
d)
Eliminasi
-
Inkontinensia kandung kemih atau
mengalami gangguan fungsi
e)
Pola persepsi sensori dan kognitif
-
Pusing
-
Gelisah
-
Adanya keluhan napas (sesak,
ronchi, apnea)
2.
Diagnosa Keperawatan
1.
Potensial terhadap kerusakan
pertukaran gas b.d hipoventilasi, aspirasi dan imobilisasi.
2.
Perubahan perfusi jaringan
serebral b.d edema cerebral
3.
Potensial terhadap
ketidakefektifan termoregulasi b.d kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan
infeksi.
4.
Gangguan pemenuhan aktifitas dan
latihan b.d kelemahan fisik.
5.
Nyeri b.d trauma.
3.
Perencanaan
a.
DP.I : –
HYD :
-
Mempunyai pertukaran gas yang
normal yang ditandai dengan
·
Gas arteri normal
·
Bunyi napas bersih tanpa
bunyi-bunyi tambahan
·
Melakukan napas dalam dan
mengubah posisi secara langsung.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji keluhan sesak napas, suara
napas, kecepatan, irama.
R/ Suara
napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret.
2)
Catat karakteristik sputum (warna,
jumlah, konsistensi)
R/ Sebagai
penentu dalam kemajuan terapi.
3)
Anjurkan minum 250 cc/hari bila
tidak ada kontra indikasi.
R/ Mengencerkan
lendir agar dapat dibatukkan.
4)
Berikan posisi fowler
R/ Meminimalkan
expansi paru dan memudahkan dalam bernapas..
b.
DP.II: Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral.
HYD:
Tercapainya hemokonsentrasi neurologis/meningkatnya perfusi jaringan
cerebral yang ditandai dengan :
-
Membuka mata sesuai perintah,
menggunakan kata-kata yang dikenal, bicara normal
-
Mematuhi perintah dengan respon
motorik yang tepat.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji TTV
R/ Mengkaji
tingkat kesadaran dan responnya.
2)
Ubah posisi pasien tiap dua jam.
R/ Mencegah
gangguan pada sistem pemantau TIC.
3)
Kaji tanda-tanda peningkatan TIC
R/ Menentukan
tindakan keperawatan yang tepat.
4)
Kaji tempat insisi
R/ Mengetahui
adanya kemerahan, nyeri tekan, bau yang menyengat.
5)
Anjurkan pada pasien untuk
menghindari batuk, hernia, atau meniup hidung.
R/ Dapat
menyebabkan (CS dengan menciptakan takanan pada tempat operasi).
c.
DP.III : –
HYD :
-
Tercapainya pengaturan suhu dan
suhu tubuh dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1)
Monitor TTV
R/ Panas
tubuh yang tidak turun-turun kemungkinan adanya kerusakan hipotalamus.
2)
Anjurkan tirah baring
R/ Mempertahankan
suhu tubuh pasien.
d.
Gangguan pemenuhan perawatan diri
b.d kelemahan fisik
Hasil Yang Diharapkan :
-
Kebutuhan perorangan seperti higiene,
toileting, nutrisi terpenuhi.
-
Pasien tidak mengeluh lemas.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji kemampuan pasien dalam
memenuhi aktifitasnya.
R/ Menentukan
tindakan yang harus diberikan pada pasien.
2)
Bantu perawatan diri klien sesuai
dengan kebutuhan klien.
R/ Kebutuhan
dapat terpenuhi sehingga memberikan rasa nyaman.
3)
Libatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan akan perawatan diri klien.
R/ Kerjasama
dapat meningkatkan pemenuhan perawatan diri klien.
e.
Nyeri b.d insisi luka operasi
HYD :
-
Nyeri dapat berkurang sampai
hilang
Rencana Tindakan :
1)
Kaji keluhan nyeri, karakteristik,
lokasi dan intensitas.
R/ Menentukan
dalam memberikan tindakan yang tepat.
2)
Ajarkan teknik relaksasi
R/ Mengurangi
nyeri dan ketegangan syaraf
3)
Beri posisi tidur yang nyaman
R/ TIC akan
turun dan mengurangi rasa nyeri.
4)
Kolaborasi dengan DM medik untuk
pemberian analgetik
R/ Mengurangi
rasa nyeri.
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Pengamatan kasus dilakukan pada Tn. B berusia 26 tahun agama Islam pasien
masuk RS Sumber Waras tanggal 27-09-2002 diantar oleh polisi dengan diagnosa
luka tembak pada kepala depan kanan. Kemudian tanggal 28-09-2002 pasien masuk
IBA II-12, dijemput oleh perawat di ICU dengan diagnosa post operasi
craniotomy. Alasan pasien masuk rumah sakit karena adanya luka tembak pada
kepala depan kanan dan respiratory distres. Pasien pingsan + 10 menit,
pasien mengeluh mual, tidak muntah, tidak kejang, dan badan bagian kiri tidak
bisa digerakkan/kaku.
Pada saat pengkajian keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, pasien tenang dan tidak gelisah, pasien berbaring lemah dan
tidak menggunakan peralatan medik seperti infus, kateter, NGT, oksigen. Pasien
mengeluh pusing dan nyeri pada daerah kepala yang luka. Pasien juga merasa
lemas dan mual sejak 8 hari yang lalu, hanya berbaring di tempat tidur. Semua
kebutuhan pasien dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Dari data objektif
dan pemeriksaan fisik ditemukan data : hasil observasi : T: 110/60 mmHg. N: 86
x/mnt, S: 36 0C, P: 16 x/mnt, HR 92 x/mnt. Tampak balutan pada
kepala kanan depan, balutan bersih tidak tampak rembesan darah. Pasien bisa menghabiskan
makan sesuai porsi yang disediakan di rumah sakit. Dan tampak semua aktifitas
dibantu oleh perawat dan keluarga.
Pada tanggal
27-09-2002 pasien kembali mengikuti pemeriksaan diagnostik :
-
Laboratorium terlampir
-
Thorax : sinus, diafragma, iga
baik tidak tampak infiltrasi kedua paru kedua bila normal, jantung dan
mediastinum tidak membesar.
Kesan : cor dan pulmonar normal.
-
CT Scan kepala
Kesan :
§
Intra cerebral hematoma,
frontal kanan dengan pecahan peluru bersarang. Paramedian frontal kamar.
§
Darah intravebtrikuler
lateralis kanan
§
Defect tembus cranium
frontal kanan dan fraktur. Fraktur cranium frontal kiri dan vertet kanan.
Pasien telah mendapat therapi : Impepsa 4x15 cc, Vit. K 3x1 tab, Vit. C
3x1 tab, kalnex 3x500 mg, Dilantin 3x1 caps, Mefinal 3x500 mg. Rantin 2x150 mg,
Nootropil 3x800 mg, Amexan 3x500 mg.
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 8-10-2002 masalah keperawatan yang
ditemukan: Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi,
aspirasi, dan imobilisasi. Perubahan perfusi jaringan berhubugnan dengan edema
cerebral. Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d kerusakan
hipotalamus, dehidrasi dan infeksi, gangguan pemenuhan aktifitas dan latihan
b.d kelemahan fisik, nyeri b.d trauma kepala.
Dari masalah keperawatan diatas, tindakan yang sudah dilakukan yaitu :
mengkaji keluhan nyeri, mengobservasi TTV, memberi posisi tidur nyaman,
menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi, membantu memenuhi kebutuhan
pasien: mandi, makan, toileting, berpakaian, memberi latihan aktif, serta
memberi therapi medik.
Dengan telah dilakukan semua tindakan keperawatan, masih ada masalah yang
belum bisa teratasi karena keterbatasan waktu.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah mengadakan pengorganisasian langsung pada klien Tn. B IBA II-12
RS. Sumber Waras, dan membandingkan dengan teori yang ada maka didapatkan
beberapa persamaan dan perbedaan.
A. Pengkajian
Pengkajian yang ditemukan pada pasien yaitu : ingat
akan kejadian yang dialami, pingsan + 10 menit, keluar darah +
600 cc dan sudah dilakukan test diagnostik: CT Scan kepala dengan kesan tampak
hematom intracerebral thorax foto, kesan : cor dan pulmnar normal. Pasien
mengalami trauma kapitis tingkat dua (trauma capitis sedang).
B.
Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian maka masalah keperawatan yang
ditemukan pada pasien adalah : perubahan perfusi jaringan cerebral, potensial
terhadap kerusakan pertukaran gas, gangguan pemenuhan aktifitas, nyeri kepala.
Masalah keperawatan yang tidak diabil karena tidak
sesuai dengan keadaan pasien yaitu : potensial terhadap ketidakefektifan
termoragulasi, kerusakan integritas kulit. Hal ini dikarenakan pada saat
pengkajian pasien sudah masuk hari ke-8 perawatan sehingga sudah diberikan
tindakan keperawatan awal untuk masalah-masalah tersebut dan pasien sudah
mendapat therapi : Amoxan, pantin, Vit. K, Vit. C, Kalmet.
C.
Perencanaan
Semua tindakan yang diberikan pada pasien sesuai
dengan perencanaan yang sudah dibuat dan disesuaikan dengan masalah yang ada
pada pasien yaitu:
- Mengkaji keluhan nyeri, pusing, lemas
- Mengobservasi TTV
- Mengajarkan dan menganjurkan teknik relaksasi
- Membantu pemenuhan kebutuhan aktifitas
- Memberi therapi sesuai program medik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Trauma kapitis atau trauma kepala dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, jatuh, kecelakaan industri, benturan benda tumpul atau tajam, serangan
dan yang berhubungan dengan olah raga. Trauma kapitis dapat dibedakan dilihat
dari tanda dan gejala yang ada :
A.
Commotio cerebri (cedera kepala
ringan)
- pingsan beberapa detik sampai beberapa menit.
- Amnesia retragrade
- Pusing atau nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Tidak ada tanda-tanda kelainan neorologis
B.
Contusio cerebri (cedera kepala
sedang)
- Pingsan dalam waktu yang tidak tentu
- Amnesa retragrade
- Parese atau lumpuh sebelah
- Penurunan tingkat kesadaran
C.
Cedera kepala berat
- Kesadaran menurun dan kelumpuhan
- Rangsangan rasa sakit tidak memberi respon.
Untuk pengobatan dan penanganan pada pasien dengan trauma kapitis, dapat
dilakukan dengan cara koperatif atau dengan cara konservatif yaitu dengan
memberi istirahat di tempat tidur untuk membantu mengurangi bahkan
menghilangkan gejala atau keluhan dan mengobservasi tanda-tanda vital,
tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial (TIK) dan pernapasan pasien.
Untuk tindakan operatif dilakukan bila ditemukan indikasi adanya perdarahan dan
peningkatan TIK.
Trauma kapitis yang dialami Tn. B karena trauma akibat benda tajam dimana
pasien mengalami pingsan, nyeri kepala, mual dan muntah dan hasil CT Scan ada
tanda-tanda kelainan neorologis. Dari hasil pengkajian tersebut diketahui bahwa
pasien menderita trauma capitis sedang sehingga penekanan tindakan keperawatan
yang diberikan adalah menganjurkan pasien untuk tirah baring, membantu
kebutuhan perawatan diri pasien seperti hygiene, toileting, makan atau minum
serta pengelolaan dari nyeri kepala akibat trauma.
Untuk menghindari dan meminimalkan resiko terjadinya cedera kepala atau
trauma kepala maka disarankan kepada para pengendara sepeda motor untuk menggunakan
helm, pengemudi mobil untuk menggunakan sabuk pengaman dan kepada para pekerja
bangunan dianjurkan untuk menggunakan helm dan sabuk pengaman, dan kepada
keluarga sendiri dapat diberitahukan tanda-tanda apabila ditemukan tanda-tanda
kambuh seperti : pasien cenderung tidur (tanpa pengaruh obat). Pasien mengeluh
mata berkunang-kunang, pasien sesak napas, pasien mengeluh pusing, pasien
panas/suhu tubuh panas, agar segera membawa pasien kontrol ke dokter.
Sebagai tenaga kesehatan, diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup tentang penanganan dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan trauma kapitis, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar
dan cepat pada penderita agar dapat mengurangi angka penderita dan angka kematian
akibat trauma capitis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 1998. Medical Surgical Nursing,
New York : Toronto, Lippincott.
Gerard J Tortora, 1996. Principles of Anatomy and
Physiologi. Harpes Collins College Publisher.
Doenges, E Marilyn, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III, EGC
Long. C. Barbara, 1996. Perawatan Medical Bedah, Edisi
II.
No comments:
Post a Comment