Saturday, 25 April 2015

CRANIOTOMY ASKEP



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membuat manusia semakin lupa akan keadaaan kesehatannya. Dimana, kita dengar, baca atau lihat banyak terjadi kecelakaan atau timbulnya penyakit dimana-mana. Salah satunya yaitu cedera kepala. Cedera kepala menyebabkan kematian atau ketidakmampuan yang berat pada semua tingkatan umur. Cedera kepala merupakan penyebab kedua defisit neurologis dan penyebab kematian yang tinggi untuk umur 1 sampai 35 tahun. Kira-kira 77.000 orang meningkat setiap tahun akibat cedera kepala dan jumlah 50.000 yang lain sembuh dengan ketidakmampuan ringan sampai berat (Barbara C. Long).

Adapun penyebab utama dari cedera kepala adalah : kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh kecelakaan industri, serangan, tertembak peluru dan yang berhubungan dengan kecelakaan olahraga. Dari kenyataan yang ada dan karena cedera otak lebih banyak menyebabkan kematian, maka saya merasa tertarik untuk studi lebih lanjut dengan cedera kepala; komplikasi, tanda dan gejala, tindakan yang dilakukan apabila cedera kepala dikatakan berat bila dilihat dari hasil test diagnostik.

Dalam hal ini, peran serta para tenaga kesehatan sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan komprehensif dalam mencegah, mengatasi dan mengobati pasien dengan cedera kepala khususnya pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi baik sebelum atau sesudah operasi.

 

B.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1.      Untuk lebih mengerti dan memahami tentang penyakit, masalah dan penanganannya.

2.      Menambah wawasan pengetahuan penulis dan para pembaca.

3.      Untuk membandingkan teori dan kenyataan yang ada di lapangan.

 

C.    Metode Penulisan

Metode penulisan ini menggunakan metode penulisan deskriptif yang didasarkan pada pengamatan langsung pada pasien yang meliputi: wawancara, observasi, maupun catatan perawatan yang dilengkapi dengan studi kepustakaan yang ada.

 

D.    Sistematika Penulisan

Sistimatika penulisan ini adalah: Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II memuat tentang tinjauan teoritis yang berisikan konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Bab III memuat tentang pengamatan kasus, yang terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV memuat tentang pembahasan kasus. Bab V memuat tentang kesimpulan dan ditutup dengan daftar pustaka.

 




 

 

 


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.    KONSEP DASAR MEDIK

  1. Definisi
Kraniotomi ialah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
  1. Anatomi dan Fisiologi
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fosa-fosa, yaitu:
-          Fosa anterior: berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer.
-          Bagian tengah fosa: berisi lobus parietal, temporal dan oksipital.
-          Bagian fosa posterior: berisi batang otak dan medula.
a.       Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut adalah:
1.      Lobus frontal: merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior.
Fungsinya:    untuk mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2.      Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya:    -    Menginterpretasikan sensasi.
-          Mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3.      Lobus temporal
Fungsinya:    mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
4.      Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya:    bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.

b.      Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia) menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
c.       Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik.








  1. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
·         Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
·         Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).
  1. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:
1.      Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2.      Kecepatan kekuatan yang datang.
3.      Permukaan dari kekuatan yang menimpa.
4.      Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan.
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.
Cedera deselerasi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak, otak berdeselrasi lebih lambat.
Ada beberapa tipe patah tulang:
1.      Linear-retak sederhana pada tulang
2.      Pecah-retaknya satu atau lebih dari dua fragmen.
3.      Depresi-tulang terdorong sampai di bawah permukaan tulang normal.
4.      Hancur-bisa linear, banyak potongan atau tertekan.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1.      Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2.      Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3.      Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama peningkatan TIC.
Klasifikasi cedera kepala:
1.      Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
2.      Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3.      Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.
  1. Tanda dan Gejala
-          Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
-          Gangguan penglihatan dan berbicara.
-          Mual dan muntah.
-          Pusing.
-          Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
-          Hemiparese.
-          Terjadi peningkatan intrakranial.
  1. Test Diagnostik
-          CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan:   mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan:  pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
-          MRI (Magnetic Resonance Imaging)
-          Angiopati Serebral
Tujuan:   menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
-          EEG
Tujuan:   untuk memperlihatkan atau berkembangnya gelombang patologis.
-          Sinar X
Tujuan:   mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
-          BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Tujuan:   menentukan fungsi korteks dan batang otak.
-          PET (Positrion Emission Tomography)
Tujuan:   menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
-          Fungsi lumbal, CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub arachnoid.
-          GDA (Gas DaraH Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIC.
-          Kimia/elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIC (perubahan mental).
-          Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap kesadaran pasien.
-          Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
  1. Therapi
-          Observasi dan tirah baring.
-          Evaluasi hematom secara bedah.
-          Debridement secara bedah, terutama pada cedera kepala terbuka.
-          Perlu antibiotik untuk cedera kepala terbuka.
-          Pemberian metode-metode untuk menenangkan TIC termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
-          Kolaborasi untuk pemberian therapi O2 (oksigen).
  1. Komplikasi
a.       Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
b.      Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar (subdural kronik).
c.       Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.

B.     KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pre Operasi
  1. Pengkajian
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
-          Pemakaian alat pengaman atau pelindung diri pada saat mengendarai kendaraan atau alat pada saat bekerja.
-          Riwayat trauma pada tempat kejadian.
-          Pingsan beberapa lama.
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Keluhan mual, muntah, dan mengalami perubahan sklera.
-          Kesulitan mengunyah.
-          Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
c.       Pola eliminasi
-          Adanya inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi.
d.      Pola aktifitas dan latihan
-          Keluhan lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
-          Perubahan kesadaran, letargi.
-          Hemiparese.
-          Cedera.
-          Kehilangan tonus otot, otot spastik.
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Gelisah.
-          Sulit tidur karena nyeri kepala.

f.       Pola persepsi sensori dan kognitif
-          Pusing/nyeri kepala.
-          Pingsan.
-          Amnesia regagrade.
-          Gangguan penglihatan.
-          Kehilangan rasa bau dan selera.
-          Perubahan status mental (penglihatan, emosional, tingkah laku, konsentrasi).
-          Wajah tidak simetris dan tidak ada reflek tendon.
-          Tidak mampu mengkoordinasi otot dan gerakan.
g.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Adanya perubahan tingkah laku (halus dan dramatik).
-          Kecemasan, lekas marah, gelisah dan bingung.
  1. Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b.d gangguan persepsi/kognitif, trauma.
2.      Gangguan mobilisasi fisik b/d gangguan neuromuskuler.
3.      Hipertermi b.d penyakit/trauma.
4.      Nyeri b/d peningkatan tekanan intra cranial.
5.      Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intra cranial.
6.      Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskuler.
  1. Rencana Tindakan
a.       Dp 1.         Bersihan jalan napas tidak efektif b.d gangguan persepsi/kognitif, trauma.
HYD:        -    Jalan udara bebas, bebas sianosis
-          Pola pernapasan pasien efektif.
Rencana Tindakan :
1)          Pantau frekuensi, trauma, kedalaman pernapasan, catat katidakakuratan pernapasan.
R/      Perubahan dapat menandakan adanya komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
2)          Catat refleksi gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri.
R/      -   Kemampuan memobilisasi atau memberikan sekresi
penting untuk pemeliharaan jalan napas.
-          Kehilangan refleksi menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan/inkubasi.
3)          Berikan posisi fowler
R/      Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menghambat jalan napas.
4)          Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi oksigen.
R/      Membantu dalam mencegah hipoksia
b.      Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma.
Hasil Yang Diharapkan :
-          Suhu tubuh dalam bats normal 365-37 0C
Rencana Tindakan :
1)      Monitor suhu tubuh klien tiap 4 jam
R/      Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
2)      Berikan selimut hipertermi
R/        -    Menurunkan suhu pasien
-          Kanaikan suhu mempercepat kerusakan otak.
3)      Anjurkan pasien utnuk tirah baring
R/      Mobilisasi dapat meningkatkan suhu tubuh
4)      Berikan kompres es
R/     Kompres dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh.
5)      Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan
R/     Pemberian cairan penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
c.       Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intracranial.
Hasil Yang Diharapkan :
-          Tekanan jaringan otak adekuat
-          Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIC
-          Edema otak berkurang
-          Tanda-tanda vital stabil
Rencana Tindakan :
1)      Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian terapi oksigen
R/      Memperbaiki oksigenisasi otak.
2)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dioresika.
R/     Membantu mengurangi edema otak.
3)      Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan TIC, TTV.
R/      Menentukan pilihan intervensi.
4)      Pantau dan catat status neurologis dan bandingkan dengan nilai standar.
R/     Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIC.
5)      Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana.
R/     Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon.
6)      Berikan posisi anti trandelenberg
R/     Meningkatkan aliran balik darah vena kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan edema.
d.      Gangguan mobilisasi fisik b.d gangguan neuromuskuler.
Hasil Yang Diharapkan :
-          Pasien bekerjasama dengan baik terhadap perencanaan pengobatan
-          Kebutuhan higiene, nutrisi, eliminasi klien dapat terpenuhi.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji kemampuan dan keadaan secara fungsional terhadap kerusakan yang terjadi.
R/      Mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2)      Ubah posisi pasien secara teratur.
R/     Meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
3)      Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
R/      Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah sangat penting untuk meningkatkan kerjasama pasien atau keberhasilan dari suatu program tersebut.
4)      Berikan perawatan kulit dan linen tetap bersih tidak berkerut.
R/     Meningkatkan sirkulasi dan ekstremitas kulit dan menurunkan risiko terjadinya ekstremitas kulit.
e.       Nyeri b.d peningkatan TIK
Hasil Yang Diharapkan :
-          Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang


Rencana Tindakan :
1)      Kaji keluhan nyeri, karakteristik, lokasi dan intensitas.
R/      menentukan dan memberikan tindakan yang tepat.
2)      Ajarkan teknik relaksasi : tarik napas dalam
R/     Ketegangan syaraf yang mengendur akan mengurangi nyeri.
3)      Beri posisi tidur yang nyaman untuk pasien dengan atau tanpa bantal.
R/      TIC akan turun dan mengurangi nyeri.
4)      Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
R/     Mengurangi rasa nyeri.

Post Operasi
1.      Pengkajian
a)      Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
-          Keluhan nyeri pada kepala
-          Keadaan luka dan balutan : tidak ada perdarahan
b)      Pola nutrisi metabolik
-          Keluhan mual, muntah
-          Kesulitan mengunyah/menelan
c)      Pola aktifitas
-          Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
-          Perubahan kesadaran, letargi
-          Hemiparese
-          Cedera (trauma)
-          Kehilangan tonus otot.
d)     Eliminasi
-          Inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi
e)      Pola persepsi sensori dan kognitif
-          Pusing
-          Gelisah
-          Adanya keluhan napas (sesak, ronchi, apnea)
2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi, aspirasi dan imobilisasi.
2.      Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema cerebral
3.      Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan infeksi.
4.      Gangguan pemenuhan aktifitas dan latihan b.d kelemahan fisik.
5.      Nyeri b.d trauma.
3.      Perencanaan
a.       DP.I    : –
HYD   :
-          Mempunyai pertukaran gas yang normal yang ditandai dengan
·         Gas arteri normal
·         Bunyi napas bersih tanpa bunyi-bunyi tambahan
·         Melakukan napas dalam dan mengubah posisi secara langsung.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji keluhan sesak napas, suara napas, kecepatan, irama.
R/      Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret.
2)      Catat karakteristik sputum (warna, jumlah, konsistensi)
R/     Sebagai penentu dalam kemajuan terapi.
3)      Anjurkan minum 250 cc/hari bila tidak ada kontra indikasi.
R/      Mengencerkan lendir agar dapat dibatukkan.
4)      Berikan posisi fowler
R/       Meminimalkan expansi paru dan memudahkan dalam bernapas..
b.      DP.II:  Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral.
HYD: 
Tercapainya hemokonsentrasi neurologis/meningkatnya perfusi jaringan cerebral yang ditandai dengan :
-          Membuka mata sesuai perintah, menggunakan kata-kata yang dikenal, bicara normal
-          Mematuhi perintah dengan respon motorik yang tepat.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji TTV
R/      Mengkaji tingkat kesadaran dan responnya.
2)      Ubah posisi pasien tiap dua jam.
R/     Mencegah gangguan pada sistem pemantau TIC.

3)      Kaji tanda-tanda peningkatan TIC
R/      Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
4)      Kaji tempat insisi
R/       Mengetahui adanya kemerahan, nyeri tekan, bau yang menyengat.
5)      Anjurkan pada pasien untuk menghindari batuk, hernia, atau meniup hidung.
R/       Dapat menyebabkan (CS dengan menciptakan takanan pada tempat operasi).
c.       DP.III             : –
HYD   :
-          Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1)      Monitor TTV
R/      Panas tubuh yang tidak turun-turun kemungkinan adanya kerusakan hipotalamus.
2)      Anjurkan tirah baring
R/     Mempertahankan suhu tubuh pasien.
d.      Gangguan pemenuhan perawatan diri b.d kelemahan fisik
Hasil Yang Diharapkan :
-          Kebutuhan perorangan seperti higiene, toileting, nutrisi terpenuhi.
-          Pasien tidak mengeluh lemas.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi aktifitasnya.
R/      Menentukan tindakan yang harus diberikan pada pasien.
2)      Bantu perawatan diri klien sesuai dengan kebutuhan klien.
R/     Kebutuhan dapat terpenuhi sehingga memberikan rasa nyaman.
3)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan akan perawatan diri klien.
R/      Kerjasama dapat meningkatkan pemenuhan perawatan diri klien.

e.       Nyeri b.d insisi luka operasi
HYD   :
-          Nyeri dapat berkurang sampai hilang
Rencana Tindakan :
1)      Kaji keluhan nyeri, karakteristik, lokasi dan intensitas.
R/      Menentukan dalam memberikan tindakan yang tepat.
2)      Ajarkan teknik relaksasi
R/     Mengurangi nyeri dan ketegangan syaraf
3)      Beri posisi tidur yang nyaman
R/      TIC akan turun dan mengurangi rasa nyeri.
4)      Kolaborasi dengan DM medik untuk pemberian analgetik
R/       Mengurangi rasa nyeri.





















BAB III
PENGAMATAN KASUS


Pengamatan kasus dilakukan pada Tn. B berusia 26 tahun agama Islam pasien masuk RS Sumber Waras tanggal 27-09-2002 diantar oleh polisi dengan diagnosa luka tembak pada kepala depan kanan. Kemudian tanggal 28-09-2002 pasien masuk IBA II-12, dijemput oleh perawat di ICU dengan diagnosa post operasi craniotomy. Alasan pasien masuk rumah sakit karena adanya luka tembak pada kepala depan kanan dan respiratory distres. Pasien pingsan + 10 menit, pasien mengeluh mual, tidak muntah, tidak kejang, dan badan bagian kiri tidak bisa digerakkan/kaku.
Pada saat pengkajian keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, pasien tenang dan tidak gelisah, pasien berbaring lemah dan tidak menggunakan peralatan medik seperti infus, kateter, NGT, oksigen. Pasien mengeluh pusing dan nyeri pada daerah kepala yang luka. Pasien juga merasa lemas dan mual sejak 8 hari yang lalu, hanya berbaring di tempat tidur. Semua kebutuhan pasien dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Dari data objektif dan pemeriksaan fisik ditemukan data : hasil observasi : T: 110/60 mmHg. N: 86 x/mnt, S: 36 0C, P: 16 x/mnt, HR 92 x/mnt. Tampak balutan pada kepala kanan depan, balutan bersih tidak tampak rembesan darah. Pasien bisa menghabiskan makan sesuai porsi yang disediakan di rumah sakit. Dan tampak semua aktifitas dibantu oleh perawat dan keluarga.
Pada tanggal 27-09-2002 pasien kembali mengikuti pemeriksaan diagnostik :
-          Laboratorium terlampir
-          Thorax : sinus, diafragma, iga baik tidak tampak infiltrasi kedua paru kedua bila normal, jantung dan mediastinum tidak membesar.
Kesan : cor dan pulmonar normal.
-          CT Scan kepala
Kesan :
§  Intra cerebral hematoma, frontal kanan dengan pecahan peluru bersarang. Paramedian frontal kamar.
§  Darah intravebtrikuler lateralis kanan
§  Defect tembus cranium frontal kanan dan fraktur. Fraktur cranium frontal kiri dan vertet kanan.
Pasien telah mendapat therapi : Impepsa 4x15 cc, Vit. K 3x1 tab, Vit. C 3x1 tab, kalnex 3x500 mg, Dilantin 3x1 caps, Mefinal 3x500 mg. Rantin 2x150 mg, Nootropil 3x800 mg, Amexan 3x500 mg.
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 8-10-2002 masalah keperawatan yang ditemukan: Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi, aspirasi, dan imobilisasi. Perubahan perfusi jaringan berhubugnan dengan edema cerebral. Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan infeksi, gangguan pemenuhan aktifitas dan latihan b.d kelemahan fisik, nyeri b.d trauma kepala.
Dari masalah keperawatan diatas, tindakan yang sudah dilakukan yaitu : mengkaji keluhan nyeri, mengobservasi TTV, memberi posisi tidur nyaman, menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi, membantu memenuhi kebutuhan pasien: mandi, makan, toileting, berpakaian, memberi latihan aktif, serta memberi therapi medik.
Dengan telah dilakukan semua tindakan keperawatan, masih ada masalah yang belum bisa teratasi karena keterbatasan waktu.



















BAB IV

PEMBAHASAN KASUS


Setelah mengadakan pengorganisasian langsung pada klien Tn. B IBA II-12 RS. Sumber Waras, dan membandingkan dengan teori yang ada maka didapatkan beberapa persamaan dan perbedaan.

A.    Pengkajian

Pengkajian yang ditemukan pada pasien yaitu : ingat akan kejadian yang dialami, pingsan + 10 menit, keluar darah + 600 cc dan sudah dilakukan test diagnostik: CT Scan kepala dengan kesan tampak hematom intracerebral thorax foto, kesan : cor dan pulmnar normal. Pasien mengalami trauma kapitis tingkat dua (trauma capitis sedang).
B.     Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian maka masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah : perubahan perfusi jaringan cerebral, potensial terhadap kerusakan pertukaran gas, gangguan pemenuhan aktifitas, nyeri kepala.
Masalah keperawatan yang tidak diabil karena tidak sesuai dengan keadaan pasien yaitu : potensial terhadap ketidakefektifan termoragulasi, kerusakan integritas kulit. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian pasien sudah masuk hari ke-8 perawatan sehingga sudah diberikan tindakan keperawatan awal untuk masalah-masalah tersebut dan pasien sudah mendapat therapi : Amoxan, pantin, Vit. K, Vit. C, Kalmet.
C.    Perencanaan
Semua tindakan yang diberikan pada pasien sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat dan disesuaikan dengan masalah yang ada pada pasien yaitu:
  1. Mengkaji keluhan nyeri, pusing, lemas
  2. Mengobservasi TTV
  3. Mengajarkan dan menganjurkan teknik relaksasi
  4. Membantu pemenuhan kebutuhan aktifitas
  5. Memberi therapi sesuai program medik.



BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


Trauma kapitis atau trauma kepala dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, jatuh, kecelakaan industri, benturan benda tumpul atau tajam, serangan dan yang berhubungan dengan olah raga. Trauma kapitis dapat dibedakan dilihat dari tanda dan gejala yang ada :
A.    Commotio cerebri (cedera kepala ringan)
  1. pingsan beberapa detik sampai beberapa menit.
  2. Amnesia retragrade
  3. Pusing atau nyeri kepala
  4. Mual dan muntah
  5. Tidak ada tanda-tanda kelainan neorologis
B.     Contusio cerebri (cedera kepala sedang)
  1. Pingsan dalam waktu yang tidak tentu
  2. Amnesa retragrade
  3. Parese atau lumpuh sebelah
  4. Penurunan tingkat kesadaran
C.     Cedera kepala berat
  1. Kesadaran menurun dan kelumpuhan
  2. Rangsangan rasa sakit tidak memberi respon.
Untuk pengobatan dan penanganan pada pasien dengan trauma kapitis, dapat dilakukan dengan cara koperatif atau dengan cara konservatif yaitu dengan memberi istirahat di tempat tidur untuk membantu mengurangi bahkan menghilangkan gejala atau keluhan dan mengobservasi tanda-tanda vital, tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial (TIK) dan pernapasan pasien. Untuk tindakan operatif dilakukan bila ditemukan indikasi adanya perdarahan dan peningkatan TIK.
Trauma kapitis yang dialami Tn. B karena trauma akibat benda tajam dimana pasien mengalami pingsan, nyeri kepala, mual dan muntah dan hasil CT Scan ada tanda-tanda kelainan neorologis. Dari hasil pengkajian tersebut diketahui bahwa pasien menderita trauma capitis sedang sehingga penekanan tindakan keperawatan yang diberikan adalah menganjurkan pasien untuk tirah baring, membantu kebutuhan perawatan diri pasien seperti hygiene, toileting, makan atau minum serta pengelolaan dari nyeri kepala akibat trauma.
Untuk menghindari dan meminimalkan resiko terjadinya cedera kepala atau trauma kepala maka disarankan kepada para pengendara sepeda motor untuk menggunakan helm, pengemudi mobil untuk menggunakan sabuk pengaman dan kepada para pekerja bangunan dianjurkan untuk menggunakan helm dan sabuk pengaman, dan kepada keluarga sendiri dapat diberitahukan tanda-tanda apabila ditemukan tanda-tanda kambuh seperti : pasien cenderung tidur (tanpa pengaruh obat). Pasien mengeluh mata berkunang-kunang, pasien sesak napas, pasien mengeluh pusing, pasien panas/suhu tubuh panas, agar segera membawa pasien kontrol ke dokter.
Sebagai tenaga kesehatan, diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang penanganan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma kapitis, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar dan cepat pada penderita agar dapat mengurangi angka penderita dan angka kematian akibat trauma capitis.



















DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth, 1998. Medical Surgical Nursing, New York : Toronto, Lippincott.

Gerard J Tortora, 1996. Principles of Anatomy and Physiologi. Harpes Collins College Publisher.

Doenges, E Marilyn, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan  Edisi III, EGC

Long. C. Barbara, 1996. Perawatan Medical Bedah, Edisi II.

No comments:

Post a Comment