Saturday 25 April 2015

CEDERA KEPALA PEDIATRIK BERAT PERTIMBANGAN KHUSUS

CEDERA KEPALA  PEDIATRIK BERAT
PERTIMBANGAN KHUSUS



Dalam banyak aspek, pengelolaan cedera kepala  pada anak serupa dengan dewasa. Namun dalam beberapa hal sedikit berbeda atau sangat khusus. Anak-anak terutama yang berusia 2 tahun kebawah rentan terhadap komplikasi dan sekuele berat setelah cedera kepala berat. Banyak dari komplikasi tsb. berkaitan dengan cedera sekunder otak seperti edema, hiperemia, hipoksia. Akan dibahas pengelolaan pasien dengan cedera kepala  berat dimana pasien tidak dapat ikut perintah, koma (GCS £ 8), dan tidak dapat membuka mata.

Mekanisme cedera.
Mekanisme cedera kepala  berat serupa dengan dewasa, namun anak yang tertabrak kendaraan 3 kali lebih sering dari dewasa. Kecelakaan sepeda juga sering, namun akibat jatuh tidak sesering dewasa. Walau begitu, derajat kerusakan yang diakibatkan oleh jatuh tidak sama dengan dewasa.

Evaluasi.
Tindakan serupa dengan dewasa. Menjamin jalan nafas adekuat, mencegah hipoksia dan hiperkapnia, pemberian cairan intravena atau darah, tindakan agresif terhadap hipotensi, kontrol temperatur, penilaian dan tindakan terhadap cedera penyerta, serta transport segera ke RS dengan fasilitas bedah saraf semuanya wajib dilaksanakan. Oksigen segera diberikan baik melalui masker ataupun ETT. Pernafasan spontan harus memadai, atau gunakan respirator. Bila respirator diperlukan, mulai hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 25-30 mmHg. Pada bayi mudah melaksanakannya dengan memberikan inspirasi hingga dada mengembang penuh secara simetris serta memberikan 30-40 pernafasan per menit. Gas darah segera diperiksa. Nilai pO2 dikoreksi dengan oksigen. Asidosis menunjukkan hipoksia berat. Pemeriksaan darah dan urin dimulai segera agar kelainan bisa segera dikoreksi.

Anak kecil bisa kehilangan sejumlah besar darah baik keintrakranial, kulit kepala, atau kejaringan lunak sekitar fraktura. Terutama pada neonatal dan bayi muda,  shok dapat terjadi tanpa tampak perdarahan luar. Karenanya persiapan cairan dan darah harus memadai. Pada usia ini fraktura tengkorak dapat secara drastis menurunkan hematokrit hingga terkadang diperlukan transfusi.


Protokol laboratori pada cedera kepala berat :
  1. 1.     Darah lengkap beserta hitung jenis.
  2. 2.     Amilase.
  3. 3.     Creatinin.
  4. 4.     Nitrogen urea darah.
  5. 5.     Prothrombine time.
  6. 6.     Partial thromboplastin time.
  7. 7.     Platelet.
  8. 8.     Jenis dan x-match 2 kantong darah lengkap.
  9. 9.     Gas darah arterial.

Tanda-tanda awal shok ditindak dengan 20 ml/kg RL untuk mempertahankan sistol 80 mmHg, + 2 kali umur dalam tahun, misal 88 mmHg untuk usia 4 tahun. Bila hipotensi tetap, ulangi dosis yang sama. Shok berat atasi dengan 20 ml/kg darah lengkap. Dianjurkan setiap saat menyiapkan donor darah lengkap universal titer rendah, karena tidak ada waktu untuk melakukan x-match pada pasien shok.

Terapi cairan intravena :
1. Pemeliharaan cairan normal :
            10 kg. Pertama : 100 ml/kg/hari.
            10 kg. Kedua : 50 ml/kg/hari.
            Selanjutnya : 20 ml/kg/hari.
2. Bila terjadi shok :
            Start 2 jalur IV.
            Pompakan 20 ml/kg RL.
                        Bila sistol tetap dibawah 70 :
            Ulang bolus RL.
                        Bila sistol tetap dibawah 70 :
            Transfusi 20 ml/kg PRC.

Semua pasien dengan cedera kepala  otak penetrasi, fraktura  tengkorak depres, semua jenis perdarahan intrakranial, atau GCS 5 atau kurang harus dipikirkan pemberian anti kejang. Pemberian dini sering mengurangi komplikasi serius. Tujuannya menghindari kerusakan otak sekunder karena kejang sangat meninggikan tekanan intrakranial dengan akibat kerusakan otak lebih lanjut. Fenitoin terpilih karena efek sedatifnya lebih rendah dari fenobarbital. Dosis pembebanan 15 mg/kg. dengan dosis pemeliharaan 5 mg/kg/hari. Status epileptik diberikan diazepam 0,1 – 0,25 mg/kg, selalu persiapkan intubasi dan respirator agar seketika bisa digunakan.

Setelah stabilisasi inisial tanda-tanda vital, segera tegakkan diagnosis. X-ray leher dilakukan di UGD, dan bila kondisi telah stabil dibuat sken CT yang merupakan tindakan terpilih. Alasannya adalah bahwa lessi massa harus segera didiagnosis dan ditindak. Lessi massa pada anak tidak sesering dewasa, namun bermakna, yaitu 25% kejadian.

Setelah patologi diketahui, segera dilakukan tindakan bedah bila diindikasikan. Sangat tidak diperkenankan menunggu sampai anak menunjukkan tanda-tanda dekompensasi dalam melakukan tindakan diagnostik dan terapi.

X-ray tengkorak kontroversial. Lazimnya diindikasikan bila :
  1. 1.     Tanda-tanda  cedera jaringan lunak.
  2. 2.     Tanda-tanda  cedera penetrasi.
  3. 3.     Cedera kulit kepala terbuka.
  4. 4.     Tanda-tanya atas penyebab datang ke RS.
  5. 5.     Cedera kepala  diduga cukup kuat menimbulkan fraktur.

CT bisa menunjukkan kelainan berikut :
A. Lessi massa :
  1. 1.     Lessi massa ekstra aksial :
    1. a.      SDH.
    2. b.     EDH.
    3. c.     Tak pasti.
  2. 2.     Hematoma Intraserebral.
  3. 3.     Kontusi.

B. Bukan lessi massa :
  1. 1.     Pneumosefalus.
  2. 2.     Perdarahan Intraventrikuler.
  3. 3.     Perdarahan Subarakhnoid.
  4. 4.     Pergeseran ventrikuler tanpa adanya massa.
  5. 5.     Fraktura depres.
  6. 6.     Pembengkakan bilateral.
  7. 7.     Lain-lain (sista porensefalik).

Selalu pikirkan kelainan penyerta yang juga memerlukan evaluasi segera.
  1. 1.     Fraktura ekstremitas dan atau pelvik.
  2. 2.     Trauma dada.
  3. 3.     Trauma abdominal.
  4. 4.     Fraktura  fasial.
  5. 5.     Cedera kord spinal.
  6. 6.     Cedera kolumna spinal.
  7. 7.     Lain-lain.

Semua lesi tsb. menyebabkan hipotensi, karenanya semua anak dengan shok harus dipikirkan adanya kelainan penyerta dan jangan pikirkan hipotensi diakibatkan cedera kepalanya. Konsekuensinya semua penyebab harus segera dicari dan ditindak. Seperti halnya pada dewasa, hipotensi dan hipoksia harus dicegah secara tepat dengan penggantian volume dan menindak cedera penyerta.

Beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial serupa dengan dewasa, lainnya tidak. Ini membantu melihat bagaimana tiap kelompok mungkin tampil secara klinik dengan lessi massa atau peninggian tekanan intrakranial lainnya. Pada masing-masing kelompok dapat tampil dengan tanda-tanda tidak spesifik seperti letargi, muntah dan kelumpuhan saraf kranial. Namun pada bayi muda tanda-tanda ini mungkin tidak terlokalisir sebagaimana halnya anak yang lebih besar. Bayi muda umumnya mudah terangsang, dengan ubun-ubun penuh dan perubahan fungsi vital, sedang anak yang lebih besar tampil dengan tanda-tanda terlokalisir seperti hemiparesis dan kelumpuhan saraf ketiga. Dewasa bisa ikut perintah, namun bayi yang muda tidak mengerti apa yang diharap darinya. Dalam hal ini, pengamatan tingkah-laku dan reaksi terhadap lingkungan lebih penting dari pada dewasa.

Kriteria Rawat.
Jelas tidak semua cedera kepala pediatrik serius.Kebanyakan tidak. Karenanya diperlukan beberapa kriteria untuk memutuskan apakah anak harus dirawat. Evaluasi terhadap semua anak adalah sama :
  1. 1.     Riwayat jelas sekitar kejadian serta reaksi anak atas cedera tsb.
  2. 2.     Pemeriksaan neurologis singkat namun adekuat serta pemeriksaan fisik umum.
  3. 3.     Lakukan pemeriksaan radiografi dan laboratorium,
kemudian tentukan apakah anak akan dirawat dan apa tindakan yang akan diambil. Dengan kriteria rawat dibawah ini, luputnya cedera kepala berat akan terhindarkan :
  1. 1.     Semua defisit neurologis.
  2. 2.     Kejang.
  3. 3.     Muntah.
  4. 4.     Nyeri kepala berat.
  5. 5.     Demam.
  6. 6.     Fraktura tengkorak.
  7. 7.     Pingsan lama.
  8. 8.     Perubahan status mental.
  9. 9.     Cedera yang tidak bisa dijelaskan (child abuse).

Tindakan.
Agak berbeda dengan dewasa. Lessi massa harus segera dibuang, dan kebanyakan pasien dipasang monitor tekanan intrakranial. Tanda-tanda vital dan tekanan intrakranial dipertahankan normal. 12% pasien dengan peninggian tekanan intrakranial tidak dapat diatasi dengan cara apapun, yaitu hiperventilasi, drainase ventrikuler, diuretik osmotik dan barbiturat. Sisanya bereaksi dengan baik. Peninggian tekanan intrakranial terjadi pada pasien baik kelompok bedah maupun non bedah. Karenanya semua pasien koma harus dipasang monitor tekanan intrakranial. Kekecualian adalah pasien dengan CT normal serta tanpa posturing.

Diuretik osmotik mempunyai peran terbatas di UGD khususnya pada anak-anak karena
  1. menyebabkan hiperemia pada daerah otak yang cedera hingga meninggikan tekanan intrakranial,
  2. memalsukan gambaran klinik karena disaat hematom kecil, gejala belum jelas, otak mengkerut hingga perluasan perdarahan tidak menimbulkan gejala hingga secara tiba-tiba memburuk dan bisa mematikan karena hematoma yang sudah besar dan
  3. menyebabkan shok pada anak dengan volume yang sudah berkurang karena perdarahan.

Hal penting lainnya adalah meninggikan kepala kecuali pada kelainan jantung, posisikan leher pada garis tengah supaya tidak mengganggua aliran vena juguler dengan akibat peninggian tekanan intrakranial, atasi nyeri karena tegangan otot bisa berakibat peninggian tekanan intrakranial hingga terkadang diperlukan paralisis, serta mencari dan mengatasi cedera penyerta secara bersamaan.


Perawatan Di ICU.
Anak-anak dengan cedera kepala berat sering mati sebelum tiba di RS atai beberapa jam setelah kejadian. Namun bila ia bertahan dari cedera primer otaknya sebagian besar akan selamat kecuali bila ada komplikasi sekunder.  Perawatan harus meminimalkan cedera otak sekunder dan memberikan lingkungan yang baik untuk pemulihan. Terapi diarahkan untuk mempertahankan aliran darah otak normal, metabolisme otak normal, dan tekanan intrakranial normal.
Aliran darah otak dipertahankan dengan cara mempertahankan tekanan perfusi otak > 50 mmHg bila monitor TIK tersedia. Jenis cedera pada anak-anak yang khas adalah edema malignan atau sindroma hiperemia otak yang biasa datang dengan GCS rendah. Ini akibat peninggian tekanan intrakranial karena peninggian aliran darah otak. Ini bisa dikoreksi dengan baik dengan respirator dan pengontrolan tekanan intrakranial.
Metabolisme otak dipertahankan normal dengan mempertahankan glukosa dalam batas normal dan pO2 100 mmHg atau sedikit lebih tinggi.
Indikasi pemasangan monitor TIK adalah bila GCS 5 atau kurang (kecuali MBO), GCS 6-7 dengan kelainan pada CT. Pada kenyataannya pasien dengan CT normal biasanya tekanan intrakranialnya normal, namun bila GCS 3-4 walau CT normal tetap dipasang monitor TIK, karena kerusakan otak berat akan menyebabkan edema otak.
Pasien selalu dipasang jalur arterial agar memudahkan pemeriksaan gas darah. Bila tekanan intrakranial normal, pCO2  dipertahankan 25-30. Bila kemudian TIK meninggi diturunkan menjadi 21-25 mmHg. Bila TIK normal, pCO2 21-25 akan menghilangkan peluang tindakan pada saat TIK meninggi.
Paralisis otot terkadang bermakna menurunkan TIK karena penurunan aliran darah otak pada pasien yang tekanan intrakranial sudah disebelah kanan kurva. Kejang ditindak seperti telah dijeskan dimuka.
Diuretik osmotik untuk pasien yang sudah dirawat di ICU juga efektif menurunkan TIK. Dosis bervariasi, namun biasanya 0.25-0,5 g/kg dan dapat diulang tiap 4-6 jam, dibantu lasix 1 mg/kg. Pemberian mannitol berulang harus dengan pengawasan osmolaritas yang diperiksa setiap 4 jam antara 300-320 mOsm. Harus diingat mudahnya terjadi dehidrasi hingga harus dipertahankan normovolemia. Walau restriksi cairan penting dalam pengelolaan tekanan intrakranial, harus dilakukan dengan pengawasan ketat. PRC atau plasma bisa digunakan mempertahankan volume darah fisiologis.
Monitor CVP harus dipasang untuk membantu pengelolaan cairan. Pada kebanyakan neonatus dan bayi, CVP secara tepat menunjukkan fungsi cairan dan fungsi jantung kiri.
Barbirturat efektif mengurangi TIK karena menyebabkan vasokonstriksi dan ia juga mengurangi metabolisme otak hingga mengurangi aliran darah otak . Pentobarbital digunakan bila pasien tidak bereaksi terhadap tindakan lain, yaitu bila prognosis buruk dengan melakukan  koma barbiturat, diberikan 3-5 mg/kg untuk pembebanan diikuti 0,5-3,0 mg/kg/jam, dengan mempertahankan kadar darah 35-50 mg/ml. 15% pasien tidak bereaksi dengan tindakan ini yang berarti hasil akhir yang buruk.
Banyak pasien mengalami syndrome of inappropriate ADH pada awal perjalanan klinisnya, dengan ditandai kejang dan rendahnya kadar sodium. Pasien parus diawasi ketat. Karenanya elektrolit diperiksa setiap hari pada 24 jam pertama. Penurunan output urin dan rendahnya kadar pO2  juga pertanda lain terjadinya SIADH. Cairan IV harus mempertahankan kadar sodium normal.

Komplikasi.
Kompilikasi utama sesuai frekuensinya :
  1. 1.     Pneumonia.
  2. 2.     Meningitis ventrikulitis.
  3. 3.     Infeksi saluran kemih.
  4. 4.     Perdarahan gastrointestinal.
  5. 5.     Sepsis gram negatif.
  6. 6.     Kebocoran CSS.

Tampak komplikasi paru-paru paling utama. Ini umum terjadi pada anak dengan cedera kepala berat dengan koma lama. Fisioterapi dada agresif harus segera dimulai, seperti juga jalan nafas. Bila koma untuk waktu yang lama, lakukan trakheostomi. Semua anak dengan demam disertai kemungkinan infeksi SSP harus ditindak seperti pada infeksi SSP. Buktikan dengan kultur CSS. 8% infeksi adalah akibat kateter ventrikuler, dan 10% adalah karena fraktura basis tengkorak, kebocoran CSS, dan infeksi luka operasi.

Dari sejumlah komplikasi tsb. tampak bahwa perawatan cedera kepala berat adalah kompleks dan banyak tuntutan. Penting bahwa semua kelainan yang menyertai harus didiagnosis segera dan ditindak secara agresif.

Hasil Akhir.
Hasil akhir pada anak-anak lebih baik dari dewasa dengan cedera kepala serupa. Alasannya mungkin lebih sedikit lessi massa yang perlu tindakan bedah pada anak-anak. Hal lain mungkin SSP anak-anak untuk tingkat tertentu pemulihan fungsinya terjadi lebih baik. Mungkin juga anak-anak kurang mengalami komplikasi medis berat saat koma. Bila anak mati, hampir pasti disebabkan cedera otak dibanding sekunder akibat komplikasi medis.


MASALAH SPESIFIK PADA CEDERA KEPALA ANAK-ANAK.

Child abuse.
Orang dewaa bisa mencederai anak dalam berbagai tingkat kegawatan, salah satunya berakibat cedera kepala sebagai cedera utama. Karena wajib mengidentifikasi anak yang disiksa sejelas mungkin, perlu waspada akan terjadinya dan bagaimana terjadinya penyiksaan. Hal ini akan memberi kewaspadaan akan terjadinya child abuse :
  1. 1.     Penyebab cedera tidak dapat diterangkan.
  2. 2.     Keterlambatan yang jelas dalam mencari pertolongan.
3.      3.     Cedera yang jelas berbagai bagian anggota tubuh bersamaan dengan cedera    kepala sedang atau ringan.
  1. 4.     Radiograf menunjukkan berbagai usia cedera.
  2. 5.     Anak dilaporkan sebagai tiba-tiba menjadi lemah atau pincang.

Anak biasanya tidak mengalami cedera kepala bila jatuh dari ketinggian rendah. Bila riwayat anak jatuh dari sofa, harus curiga bila anak dalam koma. Orang-tua biasanya tidak terlambat mencari pertolongan, berlawanan dengan yang menyiksa anaknya yang datang terlambat dengan berbagai alasan. Anak tidak biasanya setelah mengalami cedera kemudian tiba-tiba menjadi lemah kecuali ia mendapat serangan kejang. Mereka umumnya memberat, hingga berbagai tingkat ancaman herniasi dan koma. Karenanya bila salah satu dari yang tertera diatas dijumpai, segera singkirkan kemungkinan child abuse sebagai penyebab cedera kepala.

Fraktura Tengkorak.
Seperti pada dewasa, fraktura tengkorak linier menunjukkan terjadinya benturan berat. Walau fraktura semata tidak memerlukan tindakan, pasien harus dirawat untuk pengamatan. Sudah dibuktikan kerusakan intrakranial berat terjadi pada 9-11% kasus baik dengan atau tanpa fraktura. Fraktura basiler terjadi pada 3-4% anak dengan cedera kepala. Biasanya tampil dengan perdarahan dibelakang membran timpani atau kombinasi dengan hematoma dibelakang telinga (tanda Battle), ekkhimosis periorbital, atau kebocoran CSS sebagai otorea atau rinorea. Saraf otak ketujuh atau kedelapan mungkin kena. Pasien harus dirawat dan diawasi akan terjadinya meningitis bakterial. Bila terjadi kebocoran CSS, dianjurkan pemberian antibiotika, biasanya penisilin atau turunannya.

Fraktura depres ditindak seperti dewasa, kecuali bila terjadi pada bayi baru lahir dengan fraktura kecil didaerah yang aman yaitu temporal.

Sista leptomening jarang, namun penting, sebagai komplikasi fraktura tengkorak. Biasa pada anak dibawah 3 tahun dan berhubungan dengan fraktura diastatik yang panjang. Tandanya adalah terabanya pembengkakan yang tidak nyeri yang makin lama makin besar. Terjadinya adalah karena robekan dura dan arakhnoid diikuti pembesaran fraktura dan erosi tulang akibat pulsasi otak. Perbaikan secara bedah.

Cedera Lahir.
Lesi bedah-saraf tersering pada neonatus adalah fraktura tengkorak. Fraktura linier tidak begitu penting. Fraktura depres ditindak seperti diatas bila besar dan menekan otak, atau bila terjadi didaerah yang secara neurologis penting. Darah bisa terkumpul dibawah galea sebagai hematoma subgaleal atau dibawah periosteum sebagai hematoma periosteal akibat trauma saat dilahirkan. Bila besar dapat berakibat anemia atau hiperbilirubinemia pada neonatus yang kecil. Pasien ini biasanya hanya diobservasi. Jarang diindikasikan tindakan bedah seperti aspirasi atau drainasi.

Cedera Kepala Tertutup.
Mungkin cedera kepala tersering pada usia anak-anak adalah cedera kepala tertutup relatif ringan. Kadang-kadang dikelompokkan kedalam konkusi, yaitu kehilangan sementara kesadaran diikuti pemulihan neurologis sempurna kecuali mungkin amnesia.

Istimewa pada anak adalah beratnya reaksi sistemik terhadap cedera kepala dibanding dewasa. Bayi dan balita sering menampakkan pucat, muntah, atau mengantuk berat bahkan akibat cedera kepala sangat ringan. Kesulitan merawat pasien ini adalah kita tidak tahu pertambahan beratnya trauma SSP atau apakah kelainan terus berlanjut.

Seperti dijelaskan sebelumnya, anak harus dievaluasi secara penuh. Foto tengkorak dilakukan untuk mengetahui adanya fraktura, dan bila gejala cukup bermakna, anak dirawat, periksa sken CT, dan observasi selama 24 jam.

Bila anak tidak dirawat, orang-tua harus mendapat instruksi tanda-tanda perburukan neurologis.Cedera kepala tertutup berat, lebih sangat serius.Tindakan sama dengan dewasa. Keistimewaan anak dengan cedera kepala tertutup berat, sken CT mungkin memperlihatkan pembengkakan otak difus. Majoritas pasien ini mengalami hiperemia dan vasodilatasi pada serebrovaskulatur yang akan meninggikan tekanan intrakranial. Ini terjadi antara hari 1-5 setelah cedera.

Hematoma Ekstradural.
Terjadi sedikit lebih sering pada anak-anak dibanding dewasa. Tampilan klinis seperti dewasa. Diagnosis berdasar CT bila ada cukup waktu ; bila perburukan sangat cepat pasien langsung dioperasi. Pasien dengan lessi massa diberikan mannitol, hiperventilasi dengan intubasi dan segera dioperasi.

Hematoma Subdural.
Pada balita dan remaja, tampilan serupa dengan dewasa. Namun pada bayi sangat muda, tampilan secara umum lebih difus. Tampak pucat dengan fontanel penuh dan mungkin disertai defisit neurologis. Diagnosis dengan CT dan tidak dengan tap diagnostik. Hematoma subdural kronik pada anak lebih sering dibanding yang akut. Cedera merupakan etiologi penting namun sulit menentukan waktu yang tepat serta jenis cederanya. Tanda-tanda dan gejala-gejala khas tidak terlokalisir dan sub akut,yaitu muntah, mudah terangsang, gagal tumbuh, kejang, dan pembesaran kepala pada anak yang suturanya belum menutup. Fontanel pada bayi juga menonjol.

CT adalah tindakan diagnostik terpilih. Setelah diagnosis ditegakkan, segera alirkan dengan pintas subdural-peritoneal untuk mengurangi tekanan intrakranial serta mengatasi masalahnya. Bila proteinnya tinggi, dapat tanpa menggunakan katup.

Indikasi operasi darurat.
  1. 1.     Interval lucid (bila CT tidak tersedia segera).
  2. 2.     Herniasi unkal (pupil/motor tidak ekual).
  3. 3.     Fraktura depres terbuka.
  4. 4.     Fraktura depres tertutup lebih dari 1 tabula.
  5. 5.     Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah 5mm atau lebih.
  6. 6.     Massa ekstra aksial 5 mm atau lebih, uni/bi lateral.
7.      7.     #5/#6 kurang dari 5 mm tapi mengalami perburukan atau sisterna basal terkompres.
  1. 8.     Massa lobus temporal 30 ml Atau lebih.
Indikasi tidak berlaku bila MBO.

Hasil Akhir.
Umumnya lebih baik dari dewasa bila berat traumanya ekual, mekanisme cedera sama, dan tindakan yang sama. Adanya serta jenis lessi massa berpengaruh pada hasil akhir. Lessi massa lenbih jarang dibanding pada dewasa. Kematian juga lebih kecil pada anak-anak. Paling jelas adalah pada anak dengan flaksid serta pupil berdilatasi dan tanpa reaksi terhadap cahaya, mortalitas hanya 33%.

Pendekatan tindakan pada semua anak dengan cedera kepala berat harus segera ditindak dengan usaha maksimal. Bahkan anak dengan cedera yang membinasakan secara mengejutkan dapat pulih dengan baik.

Membicarakan anak-anak dengan cedera kepala, lakukan :
  1. 1.     Perawatan bedah-saraf intensif.
2.      2.     Sebagian seperti merawat orang dewasa yang kecil, namun kebanyakan adalah unik hingga pengenalan masalah yang khusus tsb. harus diutamakan.
3.      3.     Anak-anak sering secara mengejutkan membaik bahkan dengan cedera kepala sangat berat, karenanya diindikasikan usaha maksimal dalam arti diagnosis segera, tindakan agresif, serta rehabilitasi maksimal.
4.      4.     Pencegahan anak kecil untuk tidak jatuh, ikat pinggang pengaman sesuai usia, mengawasan ketat pada anak (tidak bermain dijalan) akan memastikan menurunnya kesakitan dan kematian pada anak.

Catatan :
Respon Verbal Terbaik pada GCS anak.
5 = kata-kata bermakna, senyum, ikut objek.
4 = Menangis tapi bisa diredakan.
3 = Teriritasi secara menetap.
2 = Gelisah, teragitasi.
1 = Diam saja.


No comments:

Post a Comment