EPIDURAL HEMATOMA DAN SUBDURAL HEMATOMA
Definisi
Epidural hematoma dihasilkan oleh
pendarahan antara dura dan lapisan dalam dari tengkorak. Epidural hematoma
merupakan emergensi neurology dan biasa dihubungkan dengan fraktur linear yang
melewati arteri mayor dari dura dan terjadi perobekan. Perdarahan terjadi pada
ruang epidural yang terletak di antara dura dan lapisan dalam dari tengkorak
(Lewis, 2000).
Subdural
hematoma adalah
perdarahan di antara duramater dan araknoid dari lapisan meningeal yang melindungi
otak. Hal ini biasa terjadi karena injuri pada bagian-bagian pembuluh
parenkhim. Vena yang mengalir dari permukaan otak menuju sinus sagital
merupakan tempat yang paling sering terjadinya subdural hematoma (Lewis, 2000).
Etiologi
1. Trauma kepala
2. Pukulan benda tumpul
3. Fraktur tulang
tengkorak
4. Luka tembak
5. Kecelakaan kendaraan
Anatomi dan Fisiologi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut,
kulit dan tulang yang membungkusnya. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan
fibrosa, padat dapat digerakan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan
trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan
lapisan membrane dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek,
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala
sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya
pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak
(Sylvia A. Price, 1995).
Pada orang dewasa, tengkorang
merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi intracranial.
Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga. Dinding luar
disebut tabula eksterna dan dinding
bagian dalam disebut tabula interna.
Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior,
media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya
salah satu dari arteria-arteria ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya,
yang tertimbun dalam ruang epidural dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali
bila ditemukan dan diobati dengan segera. Ini merupakan salah satu keadaan
darurat bedah saraf yang memerlukan pembedahan dengan segera.
Pelindung
lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah duramater, araknoid, dan piamater.
Dura adalah membran luar yang liat,
semitranslusen, dan tidak elastis. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi
sinus-sinus vena (yang terdiri atas duramater dan lapisan endotelial saja tanpa
jaringan vaskular), dan membentuk periosteum tabula interna. Dura melekat erat
dengan permukaan dalam tengkorak. Jika dura robek dan tidak diperbaiki dengan
sempurna dan dibuat kedap udara akan timbul berbagai masalah, maka kemungkinan
fungsi terpenting dari dura adalah sebagai pelindung. Dapat terjadi perluasan
farktur dan bukannya penyembuhan, dan kebocoran cairan otak kronik yang dapat
menimbulkan sikatriks dan menjadi fokal epilepsi. Tetapi pda beberapa keadaan
dura sengaja dibiarkan terbuka, misalnya pada edema otak (untuk mengurangi tekanan
bagi otak yangt menonjol), darinase cairan otak, atau setelah tindakan
trepanasi eksplorasi (untuk memeriksa dan mengosongkan bekuan darah).
Dura
mempunayai suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh
arteria meningea media yang bercabang dari arteria vertebralis dan karotis
interna. Pembuluh anterior dan etmoid juga merupakan cabang dari arteria
karotis interna dan menyuplai fosa anterior. Arteria meningea posterior yaitu cabang dari
arteria oksipitalis, menyuplai darah ke fosa posterior.
Araknoid adalah membran halus, fibrosa,
dan elastis yang tidak melekat pada duramater, akan tetapi ruang ruangan antara
kedua membran tersebut (ruang subdural)
merupakan ruangan yang potensial. Perdarahan antara dura dan araknoid (ruang
subdural) dapat menyebar dengan bebas dan hanya terbatas oleh sawar falks
serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai
sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali cedera dan robek
pada trauma kepala (otak).
Di
antara araknoid dan piamater (yang terletak langsung di bawah araknoid)
terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat
tertentu, dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal ke dalam sistem vena.
Piamater adalah suatu membran halus yang
sangat kaya dengan pembuluh darah halus. Piamater merupakan satu-satunya
lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua girus;
kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan
sulkus di sisi medial hemisfer otak, piamater membentuk sawar antar ventrikel
dan sulkus atau fisura. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus
koroideus pada setiap ventrikel.
GAMBAR
Patofisiologi:
1.
Hematoma Epidural
Hematoma epidural merupakan suatu akibat
serius dari cedera kepala dengan angka mortalitas sekitar 50% (Sylvia A. Price,
1995). Paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan arteria
meningea media. Hematoma
epidural di daerah frontal dan oksipital sering tidak dicurigai dan memberi
tanda-tanda setempat yang tidak jelas. Bila hematoma epidural tidak disertai cedera
lain dari otak biasanya pengobatan yang dini dapat menyembuhkan penderita
dengan sedikit atau tanpa defisit neurologik.
Riwayat klasik penderita hematoma epidural
adalah terjadinya cedera kepala yang diikuti keadaan tidak sadar beberapa saat.
Periode ini kemudian diikuti oleh suatu periode lusid. Penting untuk dicatat
bahwa interval lusid ini bukan merupakan tanda diagnostik yang dipercaya bagi
hematoma epidural. Pertama, interval
lusid mungkin berlalu tanpa diketahui, terutama bila hanya sekejap saja. Kedua, penderita dengan cedera otak
berat tambahan dapat tetap berada dalam keadaan stupor.
Hematoma yang membesar di daerah temporal
menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan
ini menyebabkan bagian medial lobus (ulkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami
herniasi di bawah pingiran tentorium. Keadaan ini meyebabkan timbulnya
tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi
arteria yang mengurus formasio retikularis di medula oblongata menyebabkan
hilangnya kesadaran. Di tempat ini juga terdapat nuklei saraf kranial ketiga
(okulomotorius). Tekanan pada
saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada
lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respon motorik kontralateral (yaitu berlawanan dengan tempat
hematoma), refleks hiperaktif dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka
seluruh isi otak akan terdorong ke arah yang berlawanan, menyebakan TIK yang
besar. Timbul tanda-tanda
lanjut peningkatan TIK antara lain kekauan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernapasan.
2.
Hematoma Subdural
Sementara hematoma epidural pada umumnya
berasal dari arteria, hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul
akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural
dipilih menjadi tipe-tipe yang berbeda dalam simtomatologi dan prognosis: akut, subakut, dan kronik.
a.
Hematoma subdural akut
Hematoma subdural
akut menimbulkan gejala neurologik penting dan serius dalam 24 sampai 48 jam
setelah cedera. Seringkali
berkaitan dengan trauma otak berat, hematoma ini juga mempunyai mortalitas yang
tinggi.
Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada
batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan
hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
b.
Hematoma subdural subakut
Hematoma subdural
subakut menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam waktu lebih dari 48
jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti hematoma subdural akut,
hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis
yang khas dari penderita hematoma tersebut adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik
yang perlahan-lahan. Namun,
setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
neurologis yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam
beberapa jam. Dengan meningkatnya TIK seiring pembesaran hematoma, penderita
dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respons
terhadap rangsang bicara maupun nyeri. Seperti hematoma subdural akut,
pergeseran isi intrakranial dan peningkatan TIK yang disebabkan oleh akumulasi
darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda
neurologik dari kompresi batang otak.
c.
Hematoma subdural kronik
Ada hal yang
menarik dalam anamnesis penderita hematoma subdural kronik. Trauma otak yang
menjadi penyebab dapat sangat ringan sehingga terlupakan. Timbulnya gejala pada
umunya tertunda beberapa minggu, bulan, dan bahkan beberapa tahun setelah
cedera pertama.
Trauma pertama
merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan
secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan
terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan
osmotik yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel
darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan
perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di
sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Jika dibiarkan mengikuti
perjalanan alamiahnya, unsur-unsur kandungan hematoma subdural akan mengalami
perubahan-perubahan yang khas.
Stadium-stadium dalam perjalanan alamiah
hematoma subdural nonlethal
Stadium
|
Penjelasan
|
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Stadium V
|
Darah berwarna gelap tersebar luas di permukaan
otak di bawah dura.
Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal dan
gelatinosa (2 sampai 4 hari).
Bekuan pecah dan setelah 2 minggu akan berwarna
dan berkonsistensi seperti minyak pelumas mesin.
Terjadi organisasi yang dimulai dari pembentukan
membran luar yang tebal dan keras berasal dari dura, dan membran dalam yang
tipis dari araknoid. Cairannya menjadi xantokromik.
Organisasi sudah lengkap. Bekuan dapat mengalami
klasifikasi atau bahkan osifikasi (atau dapat diserap).
|
Hematoma subdural
kronik seringkali disebut peniru
karena tanda dan gejala biasanya tidak spesifik, tidak terlokalisasi, dan dapat
disebabkan oleh banyak proses penyakit lain. Beberapa penderita mengeluh sakit
kepala. Tanda gejala yang paling khas adalah perubahan progresif dalam tingkat
kesadaran termasuk apati, letargi, berkurangnya perhatian, dan menurunnya
kemampuan untuk mempergunakan kecakapan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis, dan kelainan
pupil ditemukan pada kurang dari 50% kasus (Sylvia A. Price, 1995).
Tanda dan Gejala:
- Tidak sadar terhadap sekeliling
- Sakit kepala, mual, dan muntah
- Kelainan saat berbicara
- Ipsilateral dilatasi pupil
- Kontralateral hemiparese dan kejang
- Peningkatan TIK
PENAGANAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA
SUBDURAL DAN EPIDURAL HEMATOM
No comments:
Post a Comment