KOMUNIKASI
DALAM KEPERAWATAN
Komunikasi
merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia.
Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu
untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan
interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta
(Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki
ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani),
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan
ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of
self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik
serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
1. PENGERTIAN
DAN JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi
merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan
Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal,
interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal
yang terapeutik.
Komunikasi
interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama
dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan
penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan
personal.
Menurut Potter
dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga
jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan
secara terapeutik.
A. KOMUNIKASI
VERBAL
Jenis komunikasi
yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga
untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan
komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk
berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1.
Jelas dan
ringkas
·
Komunikasi
yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
·
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin
kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.
·
Kejelasan
dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami.
·
Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
·
Penerimaanpesan
perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.
·
Ringkas,
dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa
nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian
yang anda rasakan tidak enak.”
2.
Perbendaharaan
Kata
Komunikasi tidak
akan berhasil, jika
Ø Pengirim pesan
tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan.
Ø Banyak istilah
teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan
oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk
atau mempelajari informasi penting.
Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah
sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3.
Arti denotatif
dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian
yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan
pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami
klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan
kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga
tidak mudah untuk disalah tafsirkan,
terutama sangat penting ketika
menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4.
Selaan dan
kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat
turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan
kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat
sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan
perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada
pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat
dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak
isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu
cepat dan perlu untuk diulang.
5.
Waktu dan
relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk
menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan
singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Begitu pula komunikasi
verbal akan
lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan
klien.
Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa
membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap
klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines
dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap
rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan
menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
B. KOMUNIKASI
NON-VERBAL
Komunikasi
non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara
yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat
perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari
saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal
menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Komunikasi non-verbal teramati pada:
1.
Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada
pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya.
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat
hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan
sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang
marah.
2.
Penampilan
Personal
Penampilan seseorang merupakan salah
satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan
pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat
persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi,
1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan
berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan
konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan
citra diri dan profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat mempengaruhi
persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap
klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun
penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan
lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat
tidak memenuhi citra klien.
3.
Intonasi (Nada
Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak
yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat
secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya
ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa
tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4.
Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam
keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah,
jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting
dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam
komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama
pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan
untuk menjadi pengamat yang, baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah
ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara
sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan
klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5.
Sikap tubuh dan
langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan
sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan
informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien.
Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau
fraktur.
6.
Sentuhan
Kasih sayang,
dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan
merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus
mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat
menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau
membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien
tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit
untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan
Wilson &
Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika
membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat
dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan
dan hati-hati.
2. KOMUNIKASI
TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT
Perawat harus
memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan
penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan
berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan
bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli
terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya
Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care”
terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa
kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan,
dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk
menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku
menolong sesama
ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari
kepribadian.
3. TEHNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Tiap klien tidak
sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda
pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives
(1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
1.
Mendengarkan
dengan penuh perhatian
Berusaha
mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap
kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan
upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang
dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
a.
Pandang
klien ketika sedang bicara
b.
Pertahankan
kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c.
Sikap
tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
d.
Hindarkan
gerakan yang tidak perlu.
e.
Anggukan
kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
f.
Condongkan
tubuh ke arah lawan bicara.
2.
Menunjukkan
penerimaan
Menerima tidak
berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita
tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini
menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
Berikut ini
menunjukkan sikap perawat yang
a.
Mendengarkan
tanpa memutuskan pembicaraan.
b.
Memberikan
umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c.
Memastikan
bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d.
Menghindarkan
untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran
klien.
Perawat dapat
menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikutiapa yang anda
ucapkan.” (cocok 1987)
3.
Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat
bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien.
Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang
dibicarakan dan
gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan
pertanyaan secara berurutan.
4.
Mengulang ucapan
klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang
kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui
bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat
harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu
jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh: - K :
“saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
- P : “ Saudara
mengalami kesulitan untuk tidur….”
5.
Klarifikasi
Apabila terjadi
kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi
dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu
memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh:
-
“Saya
tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
-
“
Apa yang katakan tadi adalah…….”
6.
Memfokuskan
Metode ini
dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.
Contoh: “ Hal
ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.
7.
Menyampaikan
hasil observasi
Perawat perlu
memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat
menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan
hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas
tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh:
-
“
Anda tampak cemas”.
-
“
Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”
8.
Menawarkan
informasi
Tambahan
informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi
klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila
ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika
memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9.
Diam
Diam memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan
metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan
menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi
terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi.
Diam memungkinkan klien
untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses
informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .
10. Meringkas
Meringkas adalah
pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono
bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek
penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik
yang berkaitan.
Contoh: -
“Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”
11. Memberikan penghargaan
Memberi salam
pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan
yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut
jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien
berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan
atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini
“bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai
sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
Contoh
-
“Selamat
pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
-
“Saya
perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.
Dalam ajaran
Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena
berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam
menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan
akrab.
12. Menawarkan diri
Klien mungkin
belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak
mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan
kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa
pamrih.
Contoh: - “Saya
ingin anda merasa tenang dan nyaman”
13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai
pembicaraan.
Memberi
kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan.
Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam
interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan
merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh: -
-
“
Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
-
“
Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
-
“
Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”
14.
Menganjurkan
untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini
menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha
untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh:
-
“…..teruskan…..!”
-
“…..dan
kemudian….?
-
“
Ceritakan kepada saya tentang itu….”
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong
perawat dan klien untuk
melihatnya dalam
suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong
perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari
suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat
kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat
menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman
yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh
-
“Apakah
yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
-
“Kapan
kejadian tersebut terjadi”.
16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat
ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif
klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat.
Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala
ansietas.
Contoh:
-
“Carikan
kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”
-
“Apa
yang sedang terjadi”.
-
17. Refleksi
“Refleksi
menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan
dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?”
atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa
pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan
hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa
dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu
yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
-
K:
“Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
-
P:
“Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
-
K:
“Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon
saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
-
P:
“Ini menyebabkan anda marah”.
Dimensi tindakan
Dimensi ini
termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional,
dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan
dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi
responsif.
1.
Konfrontasi
Pengekspresian
perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn untuk
memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a.
Ketidak
sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal
diri (cita-cita/keinginan klien)
b.
Ketidak
sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c.
Ketidak
sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
Konfrontasi
seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu
sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat
hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan
kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah
mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
2.
Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien
difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan
interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan
berkeinginan membantu dengan segera.
3.
Keterbukaan
perawat
Tampak ketika
perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya
sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan
klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan
Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara
perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien
4.
Katarsis
emosional
Klien didorong untuk membicarakan
hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal
ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya.
Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat
membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5.
Bermain peran
Membangkitkan
situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara
manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang
lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam
lingkungan yang aman.
KESIMPULAN
Kemampuan
menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta
ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga
kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga
akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap
dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan
adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
No comments:
Post a Comment