BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
- Definisi
Apendiksitis adalah inflamasi pada apendiks, yang
merupakan saluran sempit dan buntu sepanjang bagian bawah sekum (Lewis, 2000,
Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical Problem, hal.
1150).
Apendiksitis
adalah inflamasi pada apendiks vermiformis yang banyak terjadi pada remaja dan
dewasa muda (Luckman and Sorensen, 1993, Medical Surgical Nursing: A
Psychophysiologic Approach (fourth edition), hal 1635)
Klasifikasi:
Apendiksitis
dibagi atas apendiksitis akut dan apendiksitis kronik.
·
Apendiksitis akut dibagi
atas
-
Apendiksitis akut fokalis atau
segmentalis.
Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh rongga
appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosa yang penting ialah
ditemukannya nanah dalam luwen bagian itu. Kalau radangnya menjalar maka dapat
terjadi:
-
Apendiksitis akut
purulenta/supperotiva diffusa disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika
radanya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut
apendiksitis yang renosa dapat terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam
rongga perut dengan akibat peritonitis.
·
Apendiksitis Kronik dibagi
atas:
-
Apendiksitis Kronik Fokalis
Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga
dapat menyebabkan stenosis.
-
Apendiksitis Kronik Obsiteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang apendiks pada jaringan submukosa dan
subserosa. Sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama di bagian distal
dengan menghilang selaput lendir pada bagian itu.
- Anatomi Fisiologi
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya
kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi (apendiksitis). Apendiks mempunyai
peranan dalam mekanisme imunologik.
Apendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung
amilase, erepsin dan musin. Apendiks diperdarahi oleh cabang arteri mesentrika
superior sedangkan aliran baliknya menuju vena mesentrika yang dilanjutkan ke
vena porta hepatika.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis
apendiksitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Galt (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks
ialah IgA, imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Dengan berkurangnya jaringan limfoid. Terjadi fibrosis dan pada kebanyakan
masuk timbul konstriksi lumen.
- Etiologi
-
Fekalit (massa keras dari feses)
-
Tumor atau benda asing
-
Pembengkakan usus besar
-
Kekakuan pada apendiks
- Patofisiologi
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan menyebabkan dinding
apendiks edema serta merangsang tunika serosa dan peritoneum viseral dan
dirasakan sakit di daerah sekitar perut kanan bawah/titik Mc Burney.
Mukus yang terkumpul terinfeksi bakteri dan menjadi nanah
kemudian timbul gangguan sirkulasi. Karena terjadi gangguan sirkulasi darah
maka timbul gangren, dan dapat terjadi kerapuhan dinding apendiks yang
menyebabkan perforasi.
Bila semua proses di atas hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendicularis, peradangan apendiks tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Seringkali perforasi ini terjadi dalam 24-36 jam. Bila proses ini berjalan
lambat, organ-organ di sekitar ileum terminal, sekum, dan omentum dalam
membentuk dinding mengitari apendiks sehingga berbentuk abses yang
terlokalisasi.
- Tanda dan Gejala
-
Demam
-
Nyeri perut
-
Mual, muntah
-
Anoreksia
-
Nyeri tekan di titik Mc. Burney
-
Konstipasi
- Pemeriksaan Diagnostik
-
Pemeriksaan darah lengkap:
menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit.
-
Pemeriksaan urin rutin: ditemukan
sejumlah kecil eritrosit dan leukosit.
-
Foto abdomen: gambaran fekalit,
adanya massa jaringan lunak di abdomen kanan bawah, dan mengandung
gelembung-gelembung udara.
-
USG menunjukkan gambaran
apendiksitis.
-
Pemeriksaan fisik nyeri tekan pada
titik Mc Burney.
- Komplikasi
-
Abses akibat dari perforasi dinding apendiks.
-
Peritonitis akibat infeksi dari
perforasi dinding apendiks yang menyebar ke seluruh rongga perut.
- Terapi dan Pengelolaan Medik
a.
Pre Operasi
-
Istirahat tirah baring: untuk
observasi dalam 8-12 jam setelah keluhan.
-
Puasa: pemberian cairan parenteral
jika pembedahan langsung dilakukan.
-
Terapi pharmacologic: narkotik
dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala, antibiotik untuk
menanggulangi infeksi.
-
NGT untuk mengeluarkan cairan
lambung jika diperlukan.
-
Enema dan laxantria tidak boleh
diberikan karena dapat meningkatkan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan
perforasi.
-
Pembedahan: apendiktomi secepatnya
dilakukan bila diagnosanya tepat.
b.
Post Operasi
-
Observasi TTV: syok, hipertermi,
gangguan pernafasan
-
Klien dipuasakan sampai fungsi
usus kembali normal.
-
Berikan minum mulai 15 ml/am
selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan
makanan saring dan hari berikutnya lunak.
-
Aktivitas: satu hari pasca operasi
klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari
kedua klien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
-
Antibiotik dan analgesik.
-
Jahitan diangkat hari ketujuh.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan.
-
Riwayat penyakit
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Kebiasaan makan makanan berbiji,
rendah serat
-
Mual, muntah
-
Anoreksia
-
Demam
c.
Pola eliminasi
-
Konstipasi
d.
Pola tidur dan istirahat
-
Gangguan tidur karena nyeri
e.
Pola persepsi kognitif
-
Nyeri perut
-
Nyeri tekan di titik Mc Burney.
f.
Pola mekanisme koping dan
toleransi terhadap stres
-
Cemas
- Diagnosa Keperawatan
a.
Pre Operasi
1)
Nyeri berhubungan dengan
peradangan pada apendiks.
2)
Resiko tinggi kurang volume cairan
berhubungan dengan muntah pembatasan cairan peroral (pre op).
3)
Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
4)
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan ruptur apendiks.
5)
Hipertermi berhubungan dengan
peradangan apendiks.
6)
Kurang pengetahuan mengenai
persiapan pre operatif dan perawatan post operatif.
b.
Post operasi
1)
Nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
2)
Resiko tinggi kurang volume cairan
berhubungan dengan intake kurang, pembatasan pemasukan cairan secara oral
(puasa post op).
3)
Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, puasa post op.
4)
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan insisi pembedahan.
5)
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan insisi pembedahan.
- Perencanaan Keperawatan
a.
Pre Operasi
1)
Nyeri berhubungan dengan
peradangan pada apendiks.
HYD: -
Klien melaporkan nyeri hilang atau
terkontrol, intensitas 2-3.
-
Ekspresi wajah dan posisi tubuh
tampak relaks.
-
Mampu tidur atau istirahat
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Deteksi dini terhadap tanda-tanda komplikasi.
b)
Kaji dan catat kualitas, lokasi
dan intensitas nyeri.
Rencana: Karakteristik nyeri dapat menunjukan bahaya dari proses
apendiksitis.
c)
Pertahankan istirahat, beri posisi
semi fowler.
Rencana: Sebagai teknik relaksasi dan menghilangkan tegangan dengan posisi
terlentang.
d)
Ajarkan teknik nafas dalam.
Rencana: Untuk mengurangi tekanan dan membantu otot-otot untuk relaksasi.
e)
Berikan aktivitas hiburan seperti
baca koran, baca buku.
Rencana: Meningkatkan teknik relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
f)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik.
Rasional: Therapi analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri.
2)
Resiko tinggi kurang volume cairan
berhubungan dengan muntah pembatasan cairan peroral (pre op).
HYD: Mempertahankan
keseimbangan cairan ditandai dengan:
-
Kelembaban membran mukosa.
-
Turgor kulit elastis.
-
Keseimbangan intake dan output.
-
Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Suhu: 36,5oC-37,5oC
Nadi: 60 x/menit-100 x/menit.
Tekanan darah: < 120/80 mmHg
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-tanda vital, catat
adanya hipotensi, takikardi.
Rencana: Mengevaluasi keefektifan terapi cairan dan respon pada
pengobatan.
b)
Observasi membran mukosa, turgor
kulit.
Rencana: Indikator adekuatnya sirkulasi perifer.
c)
Pantau dan catat intake output,
catat warna urine.
Rencana: Penurunan output urine atau konsentrasi urine pekat
mengidentifikasi dehidrasi.
d)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian cairan parenteral.
Rencana: Menjaga keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit.
3)
Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
HYD: -
Keluhan mual, muntah, anoreksia tidak
ada.
-
Klien menghabiskan 1 porsi makan
yang diberikan.
-
IMT normal (20,5-25 kg/m2).
Rencana Tindakan:
a)
Kaji keluhan mual, muntah,
anoreksia.
Rencana: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b)
Timbang BB tiap hari.
Rencana: Mengetahui status gizi pasien.
c)
Beri porsi kecil.
Rencana: Menghindari mual dan muntah.
d)
Hidangkan makanan selagi hangat.
Rencana: Untuk meningkatkan nafsu makan.
e)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antiemetik.
Rencana: Mengurangi mual.
4)
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan ruptur apendiks.
HYD: Klien
bebas dari resiko infeksi, ditandai dengan:
-
Suhu tubuh dalam batas normal.
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
(merah, panas, nyeri).
-
Leukosit 4.800-10.800/ul.
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Peningkatan suhu tubuh dapat terkontrol selama proses infeksi
berlangsung.
b)
Kaji tanda-tanda infeksi:
kemerahan, bengkak, nyeri.
Rencana: Menentukan intervensi sesuai masalah pasien.
c)
Kaji dan catat kuantitas, lokasi,
dan intensitas nyeri.
Rencana: Nyeri hebat merupakan tanda-tanda terjadi ruptur.
d)
Kaji tingkat nyeri pasien dengan
skala nyeri (0-10).
Rencana: Mengetahui nyeri.
e)
Kolaborasi medis untuk pemeriksaan
darah.
Rencana: Untuk mengetahui terjadinya peradangan.
f)
Kolaborasi medis untuk pemberian
antibiotik.
Rasional: Untuk mengurangi nyeri.
5)
Hipertermi berhubungan dengan
peradangan apendiks.
HYD: -
Suhu tubuh 36,5o-37,5oC.
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-vita vital.
Rencana: Peningkatan suhu tubuh dapat terkontrol selama proses infeksi.
b)
Anjurkan klien minum 2-3
liter/hari.
Rencana: Mengganti cairan tubuh yang hilang melalui proses evaporasi.
c)
Beri kompres hangat.
Rencana: Meningkatkan proses evaporasi dalam upaya menurunkan suhu tubuh.
d)
Anjurkan klien istirahat di tempat
tidur.
Rencana: Mencegah terjadinya komplikasi perdarahan.
e)
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik.
Rencana: Dapat digunakan sebagai penurun panas.
6)
Kurang pengetahuan mengenai
persiapan pre operatif dan perawatan post operatif.
HYD: -
Klien akan mengemukakan/mengulang
kembali penjelasan mengenai persiapan pre operasi yang telah diberikan.
-
Klien dapat mendemonstrasikan cara
batuk efektif, nafas dalam dan melatih ekstremitas lebih dini.
-
Menunjukkan motivasi yang baik
terhadap proses belajar.
Rencana Tindakan:
a)
Kaji kemampuan/pengetahuan pasien
mengenai proses penyakit dan kondisi serta keadaan penyakitnya, komplikasi dan
pengobatan.
Rencana: Membantu memberikan penjelasan yang tepat dan sesuai kebutuhan.
b)
Jelaskan kepada klien mengenai
jalan prosedur mengenai persiapan operasi: termasuk mendemonstrasikan batuk
efektif, nafas dalam dan latihan otot.
Rencana: Klien akan lebih mudah mengingat dan lebih kooperatif dan
memahami apa yang harus dilakukan, mudah mengikuti persiapan per operasi dan
lebih cepat untuk mencoba meningkatkan aktivitas secara bertahap.
b.
Post Operasi
1)
Nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
HYD: -
Klien melaporkan nyeri hilang atau
terkontrol, intensitas 2-3.
-
Ekspresi wajah dan posisi tubuh
tampak relaks.
-
Mampu tidur atau istirahat
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Dapat mengidentifikasi rasa sakit dan ketidak-nyamanan.
b)
Kaji dan catat kualitas, lokasi
dan intensitas nyeri.
Rencana: Menentukan intervensi selanjutnya.
c)
Pertahankan istirahat, beri posisi
semi fowler.
Rencana: Sebagai teknik relaksasi dan menghilangkan tegangan dengan
posisi terlentang.
d)
Ajarkan teknik nafas dalam.
Rencana: Untuk mengurangi tekanan dan membantu otot-otot untuk relaksasi.
e)
Tekan daerah insisi dengan bantal
selama/pada saat aktivitas.
Rencana: Mengurangi keluhan nyeri saat beraktivitas.
f)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik.
Rasional: Therapi analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri.
2)
Resiko tinggi kurang volume cairan
berhubungan dengan intake kurang, pembatasan pemasukan cairan secara oral
(puasa post op).
HYD: Mempertahankan
keseimbangan cairan ditandai dengan:
-
Kelembaban membran mukosa.
-
Turgor kulit elastis.
-
Keseimbangan intake dan output.
-
Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Suhu: 36,5oC-37,5oC
Nadi: 60 x/menit-100 x/menit.
Tekanan darah: < 120/80 mmHg
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan, mengidentifikasi
kekurangan cairan.
b)
Observasi membran mukosa, turgor
kulit, capillary refill.
Rencana: Indikator adekuatnya sirkulasi perifer.
c)
Kaji dan catat adanya mual dan
muntah.
Rencana: Mual yang terjadi selama 12-24 jam post op umumnya karena efek
anestesi.
d)
Observasi balutan luka, drain.
Rencana: Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipovolemik.
e)
Catat intake output, catat warna
urine.
Rencana: Penurunan output urine atau konsentrasi urine pesat
mengidentifikasi dehidrasi.
3)
Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, puasa post op.
HYD: -
Keluhan mual, muntah tidak ada.
-
Bising usus 5-30 kali/menit.
Rencana Tindakan:
a)
Kaji keluhan mual, muntah.
Rencana: Mual yang terjadi selama 12-24 jam post op umumnya karena efek
anestesi.
b)
Kaji bising usus dan distensi
abdomen.
Rencana: Mengetahui fungsi usus telah kembali normal.
c)
Jaga agar nutrisi peroral
dihindari sampai dengan bising usus kembali.
Rencana: Mencegah muntah.
d)
Catat intake dan output.
Rencana: Mengetahui keseimbangan pemasukan dan pengeluaran nutrisi.
e)
Kolaborasi medis untuk pemberian
cairan parenteral.
Rencana: Pemenuhan nutrisi.
4)
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan insisi pembedahan.
HYD: Klien
terbebas dari infeksi luka, ditandai dengan:
-
Suhu tubuh 36,5o-37,5oC.
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
(merah, panas, nyeri).
-
Luka balutan bersih, kering, tidak
ada rembesan.
Rencana Tindakan:
a)
Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Sebagai identifikasi tanda-tanda infeksi.
b)
Kaji tanda-tanda infeksi.
Rencana: Deteksi dini jika terjadi faktor resiko/tanda dan gejala
infeksi.
c)
Observasi keadaan balutan luka dan
sekitarnya.
Rencana: Memberikan deteksi dini terjadinya infeksi.
d)
Rawat luka dengan prinsip
antiseptik.
Rencana: Meminimalkan resiko adanya organisme infeksius.
e)
Kolaborasi medis dalam pemberian
antibiotik.
Rencana: Antibiotik dapat menghambat dan mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme.
5)
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan insisi pembedahan.
HYD: Klien
dalam waktu 3 hari setelah post operasi akan menunjukkan:
-
Suhu 36,5-37,5oC.
-
Luka jahitan bersih, kering dan
tidak tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan:
a)
Monitor suhu tubuh.
Rencana: Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda penting terjadinya
infeksi.
b)
Kaji daerah sekitar balutan luka.
Rencana: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
c)
Jaga luka jahitan tetap kering dan
bersih.
Rencana: Mengurangi resiko infeksi. Daerah insisi yang lembab/basah dapat
meningkatkan pertumbuhan mikro-organisme.
d)
Gunakan teknik aseptik pada saat
merawat luka jahitan.
Rencana: Teknik aseptik mencegah transmisi infeksi bakterial pada luka
jahitan karena pembedahan.
e)
Perhatikan intake nutrisi tiap
shift.
Rencana: Intake protein, kalori, vitamin dan mineral adalah bagian
penting untuk meningkatkan penyembuhan luka.
- Perencanaan Pulang
a.
Klien diinstruksikan untuk membuat
janji menemui ahli bedah yang akan mengangkat jahitan hari ke-5 dan 7.
b.
Aktivitas normal biasanya dapat
kembali dilakukan 2-4 minggu.
c.
Jaga balutan luka operasi agar
tetap kering dan tidak lembab.
d.
Pasien dan keluarga diajarkan cara
merawat luka.
e.
Memperhatikan nutrisi yang bergizi
untuk perbaikan jaringan yang sudah rusak.
C. PATOFLOWDIAGRAM
Tertahan di apendiks
Obstruksi
lumen
Pembengkakan
jaringan limfoid
Sekresi mukus meningkat
Sekret apendiks terbendung
Peningkatan tekanan intralumen
Apendiks teregang
Ulserasi mukosa
Mukus berlebih
|
|
|
|
|||||||||
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn E. (1993). Nursing Care Plans Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care. Ahli Bahasa I Made Kariasa (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC.
Ignatavicius D.
Donna. VB. Marilynn (2002). Medical Surgical Nursing: Clinical Management
for Continuity of care. Fifth
Edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Lewis, Sharon
Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problems. Fifth Edition. By Mosby Inc.
Luckman and
Sorensen’s (1993). Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach.
Fourth Edition. By. W.B. Saunders Company.
Long C. Barbara
(1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK Padjajaran Bandung.
Price, Sylvia
Anderson (1994). Pathophysiology Clinical Concepts of Disease Processes.
Fourth Edition. Alih bahasa: Peter Anugerah (1995). Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arif M.
(2001). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
Noer Sjaifoellah
(1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI Jakarta.
No comments:
Post a Comment